KOMPAS.com - Rajutan bukan sekadar produk kerajinan tangan. Jika dibumbui sentuhan kasih, sehelai kain rajut bisa menyampaikan berjuta makna. Ia menjadi hadiah terbaik yang dibuat dari ketekunan dan kesungguhan hati.
Keindahan itu antara lain tampak pada rajutan yang diproduksi Kait. Dari keterampilan tangan ibu-ibu di Malang, Jawa Timur, karya rajutan Kait kini dipasarkan di pusat perbelanjaan papan atas di Jakarta dan Surabaya serta Bali.
Berawal dari hobi, Direktur Kreatif Kait Lusiana Limono dan Manajer Pemasaran Kait Maria Chandra mulai memproduksi rajutan untuk skala komersial sejak awal 2010. Seluruh produk rajutan Kait dibuat dengan keterampilan tangan, ramah lingkungan, dan alami sehingga tidak memicu potensi alergi.
Produk awal yang mereka buat berupa perlengkapan kenyamanan bayi mulai dari topi, sepatu, selimut, hingga boneka mungil. Dari produk perlengkapan bayi, Kait mulai merambah ke produksi baju dan aksesori anak seperti bros serta penjepit rambut, hingga kain stola dan muffler (semacam selendang) untuk dewasa.
”Banyak yang datang ketika kami ikut pameran dan bilang produk kami mahal. Kami terus mencoba mengedukasi konsumen. Rajutan kami dibuat dengan tangan, dari bahan alami, dan bukan produk massal,” kata Maria.
Untuk satu produk rajutan, karyawan Kait membutuhkan waktu pengerjaan hingga dua pekan. Setiap produk menjadi unik karena dirajut dengan tangan. Proses merajut berlangsung sekitar satu pekan, diikuti dengan pencelupan yang bisa memakan waktu beberapa hari.
Pencelupan rajutan dengan pewarna alami seperti jati, kunyit, dan mahoni tergolong lama karena harus dilakukan berulang-ulang. Pewarna alami cenderung netral sehingga warnanya tidak muncul dalam sekali celup. Untuk menghasilkan warna krem, misalnya, dibutuhkan hingga empat kali celup.
Aktualisasi diri
Merajut, menurut Maria, membutuhkan keahlian, ketekunan, ketelitian, dan kesabaran ekstra. Kait tidak hanya mempekerjakan karyawan yang berjumlah lima orang, tetapi juga melibatkan ibu rumah tangga hingga pembantu rumah tangga di Malang yang turut belajar merajut pada waktu luang dan menyuplai rajutannya ke Kait.
Kelas merajut Rajutan Mama yang dibuka oleh Octiani Fitri Laraswati di Mal Depok Town Square, Depok, Jawa Barat, juga terbukti diminati banyak perempuan muda perkotaan. Berulang kali Octiani memberikan kelas merajut bagi karyawan di beberapa perusahaan di Jakarta.
”Pelatihan merajut di kantor mulai jadi tren. Merajut jangan dianggap hanya kegiatan nenek-nenek,” kata Octiani.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.