Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rieke Ingin Wujudkan Jawa Barat Bersih

Kompas.com - 19/02/2013, 03:12 WIB

Pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat belum juga usai, calon gubernur Jabar, Rieke Diah Pitaloka Intan Purnamasari, sudah merasa ”menang”. Dia merasa berada di puncak setiap bertatap muka, berbaku peluk, dan berbagi kisah dengan masyarakat manakala berkunjung ke beberapa daerah.

Hal itu sering saya lakukan sebagai anggota DPR. Lewat harapan dan doa yang mereka ucapkan, saya merasa mendapat energi positif dan tidak merasa sendiri. Itu modal terbesar saya untuk maju dalam Pilkada Jabar ini,” ujar Rieke.

Energi itu ampuh juga. Sebagai anggota DPR periode 2009- 2014, Rieke getol bertemu langsung dengan masyarakat.

Bersama buruh dan pekerja, ia turun ke jalan memperjuangkan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Bahkan saat hamil tua. Hasilnya, UU yang mewajibkan pemerintah membiayai program kesejahteraan itu akan diterapkan pada 2013.

Kiprah itu membuat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan percaya diri dalam Pilkada Jabar 2013, tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Partai berlambang banteng itu menyandingkan Rieke dengan aktivis antikorupsi Teten Masduki.

”Bersama Kang Teten, kami yakin bisa memberikan sesuatu yang baru bagi Jabar bila terpilih. Sebagai aktivis antikorupsi, peran Kang Teten akan sangat vital mengemban kepercayaan masyarakat. Kami adalah dua dalam satu. Bercerai sama dengan mengkhianati rakyat,” ujar Rieke yang selalu senang dipanggil ambu (ibu) ini.

Beberapa waktu lalu, dengan pakaian ”kampanye” kebaya encim sunda warna hitam beraksen kotak-kotak dengan pin kujang kecil, Rieke menerima Kompas di tempat tinggal sementara di Bandung, sekitar pukul 19.30. Tak banyak waktu yang bisa diluangkan karena dia harus segera bertolak ke Sukabumi dan Bogor bertemu pendukungnya. ”Saya tak boleh lelah. Harus bilang tak lelah. Saya justru lelah melihat masyarakat Jabar masih banyak yang miskin,” kata Rieke di saat penata rias pribadinya memoleskan bedak di sekitar matanya.

Ironi

Ditemani camilan gorengan panas, Rieke bercerita soal sengkarut persoalan yang menyengsarakan. Istri dari Donny Gahral Adian, dosen Filsafat Universitas Indonesia, ini melihat pembangunan infrastruktur yang andal belum merata. Jalan rusak, pelabuhan tak layak, dan minimnya gedung sekolah formal dan informal terjadi di berbagai penjuru.

Secara tidak langsung, hal itu berimbas pada akses pendidikan dan kesehatan. Di bidang pendidikan, kualitas masyarakat Jabar masih memprihatinkan. Sekitar 70 persen dari 45 juta masyarakat Jabar hanya lulusan SMP, dan sekitar 40 persen di antaranya lulus SD. Tidak heran bila kemudian banyak penduduk Jabar minim keahlian. Akibatnya, mereka terpaksa bekerja di sektor informal minim penghasilan, bahkan terpaksa bertaruh nyawa bekerja di luar negeri. Di bidang kesehatan, masih banyak masyarakat di daerah terpencil belum dilayani dokter.

Rieke menemukan lebih banyak fakta ironi yang muncul di Jabar. Indramayu, dengan kilang minyaknya, justru banyak mengirim tenaga kerja ke luar negeri. Tidak sedikit yang bekerja di kilang minyak asing. Cianjur selatan dengan alam dan potensi wisata pantai yang indah justru dihiasi dengan kemiskinan warganya. Sentra bisnis di daerah perkotaan justru tidak berdaya memberikan lapangan kerja bagi penduduknya.

Oleh karena itu, seandainya terpilih menjadi gubernur Jabar, Rieke memastikan beragam ironi itu mendapat perhatian utama. ”Selain perbaikan jalan, penambahan kelas, pembangunan pelabuhan yang layak, dan revitalisasi sekolah, kami akan membangkitkan beragam program kesejahteraan yang tidak lagi populer,” ujar Rieke.

Salah satunya, pemberdayaan balai latihan kerja (BLK) di setiap kota dan kabupaten. BLK diyakini bisa menjadi ujung tombak masyarakat untuk memiliki keahlian khusus dalam meningkatkan taraf hidup.

Pengusaha akan diajak mengumpulkan dana sosialnya untuk ikut mencetak tenaga kerja lokal yang lebih baik. Harapannya, perusahaan juga akan mendapat manfaat di kemudian hari.

”Program paket A, B, dan C juga akan ditingkatkan. Peran program paket pendidikan itu tidak kalah penting dengan peningkatan kualitas sekolah dan perguruan tinggi di Jabar,” kata perempuan kelahiran Garut, 8 Januari 1974, ini.

Bagi petani, Rieke menjagokan benih padi perpaduan varietas cirendang dan dayang rindu. Hasil panen padi ini, katanya, mencapai 12 ton per hektar dengan 300-420 bulir padi per batang. Masa tanamnya relatif singkat, paling lama 115 hari dan bisa hidup di sawah minim air.

Menurut ibu tiga anak ini, pembangunan fisik harus dibarengi dengan kebudayaan. Rieke akan memakai budaya lokal agar lebih dekat dengan masyarakat, contohnya budak angon (anak gembala) di Purwakarta. Lewat program itu, anak-anak dilatih jadi wirausaha ternak domba. Untuk Sumedang, ia akan mengadaptasi longser; semua peserta menari bersama dan bebas mengungkapkan isi hati, pemikiran, dan unek-uneknya.

Akses cepat

Rieke yakin, masyarakat Jabar butuh akses cepat, murah, dan mudah untuk memperoleh hak dasar mereka. Masalah tak akan tuntas bila hanya mengandalkan pembangunan fisik dan kebudayaan. Rieke mengandalkan Kartu Jabar Bangkit.

”Tidak ada alasan pemerintah untuk menolak memenuhi kebutuhan dasar masyarakat itu,” kata Rieke seraya mengaku tidak ”oneng-oneng banget”, mengacu pada karakternya di seri komedi televisi yang melambungkan namanya itu.

Awal Februari lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi melaporkan harta kekayaan para calon. Pasangan Rieke-Teten bukanlah golongan tajir. Total harta mereka sekitar Rp 4,1 miliar. Banyak yang meragukan, uang segitu tidak untuk modal jadi gubernur dan wagub.

Rieke mengabaikan keraguan itu. Ia tetap yakin bisa mengikuti kontes demokrasi ini dari sokongan ”kawan-kawannya”. Contoh sederhananya, rumah yang ia tempati sebagai posko saat ini bisa dipakai gratis. ”Sering juga dapat beras dari warga saat ke daerah,” katanya.

Menurut alumnus Jurusan Filsafat UI ini, uang bukan hal utama. Mengutip pemikiran Soekarno, Presiden pertama Indonesia, Rieke mengatakan ada lima syarat untuk membuat perubahan. Hal itu adalah konsep, kepemimpinan merakyat, keberanian, pengawasan, keterlibatan, dan pergerakan rakyat, serta pemerintahan bersih. Konsep itu menjadi ”bahan bakarnya” jika kelak ia menjadi gubernur.

”Saya mencalonkan diri bukan untuk jadi kaya. Tidak akan ada politik transaksional atau kontrak politik dengan janji muluk-muluk. Kami hanya ingin menyakinkan warga Jabar untuk bersama-sama menuju Jabar bersih dan baru,” katanya. Sekitar pukul 22.30, pertengahan Januari, Rieke bersama timnya ke Sukabumi dan Bogor untuk membuka jalan bagi cita-citanya itu. (NIK/CHE/HEI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com