JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul meminta kepada semua pihak untuk tidak mencampuri urusan daftar calon legislatif sementara (DCS) Partai Demokrat untuk Pemilu 2014. Menurut Ruhut, pihaknya pasti menyelesaikan permasalahan DCS sesuai aturan.
"Tolong jangan atur-atur. Ini masalah internal partai kami," kata Ruhut di Gedung Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/4/2013 ), ketika ditanya masalah pendaftaran DCS ke Komisi Pemilihan Umum.
Menurut Ruhut, banyak pihak yang ingin mengganggu proses pendaftaran DCS Demokrat. "Karena mereka lihat hanya partai kami yang calegnya banyak pasti jadi. Sebanyak 148 anggota dewan sekarang kami calonkan lagi. Katakanlah hilang setengah, terus tambah darah-darah segar. Itu yang orang takut. Ngapain urusin DCS kami," ucap dia.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, disebutkan DCS ditandatangani pimpinan parpol, yakni ketua umum dan sekretaris jenderal atau sebutan lain yang diatur dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) partai. Masalah muncul setelah Anas Urbaningrum mundur sebagai ketua umum DPP Demokrat.
Namun, menurut Ruhut, masalah kekosongan ketua umum akan diputuskan oleh Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua Majelis Tinggi Demokrat. Kalaupun perlu digelar kongres luar biasa (KLB) untuk memilih ketua umum definitif, kata Ruhut, masih bisa dilakukan lantaran batas waktu pendaftaran DCS sekitar satu bulan ke depan.
"Sabarlah," pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya, Demokrat akan membicarakan terlebih dulu masalah DCS dengan KPU. Jika diizinkan DCS hanya ditandatangani pelaksana tugas (Plt) ketua umum DPP dan sekretaris jenderal DPP, Demokrat akan menunjuk Plt ketua umum.
Sebaliknya, jika ternyata tidak bisa dengan Plt ketua umum, Demokrat akan mengggelar KLB untuk memilih ketua umum definitif. Saat ini, jabatan ketua umum dijalankan oleh dua Wakil Ketua Umum DPP Demokrat, yakni Max Sopacua dan Jhonny Allen, Sekjen DPP Edhi Baskoro Yudhoyono, dan Direktur Eksekutif DPP Toto Riyanto.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang
Krisis Demokrat