JAKARTA, KOMPAS.com -- Karena lirik yang ditulis dalam bahasa yang dimengerti oleh para pendengar, sebuah lagu bisa membuat mereka "teracuni". Namun, bahasa yang dimengerti pada lirik bukanlah syarat mutlak sebuah lagu "menaklukkan" perasaan dan pikiran para pendengar. Musik itu bahasa universal. Dengan konser mereka di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (10/5/2013) malam, Sigur Ros, band post-rock dari Reykjavik, Ibu Kota Islandia, menjadi contoh tentang hal itu.
Konser pertama Sigur Ros di Indonesia tersebut, dengan harga tiket Rp 700.000 (tribun) dan Rp 850.000 (festival) per lembar, berhasil menyedot beberapa ribu penonton. Selama ini, para penonton itu sebagian atau semua) menikmati lagu-lagu dan penampilan mereka secara tidak langsung, lewat internet atau produk fisik rekaman audio dan video.
Sigur Ros tampil dengan formsi terkini, yang terdiri dari Jon Þor Birgisson (vokal dan gitar), Georg "Goggi" Holm (bas, glockenspiel, piano, dan keyboard), serta Orri Pall Dyrason (drum dan perkusi). Grup yang terkenal dengan tata sound ethereal dari piranti elektrik itu ditemani oleh sejumlah pemain alat musik gesek dan alat musik tiup yang merangkap sebagai penyanyi latar serta seorang gitaris pendukung.
Lagu-lagu yang mereka sajikan mampu membawa para penonton seolah ke "alam yang mengawang-awang". Para penonton pun bertambah terseret karena video ilustrasi abstrak dan tata cahaya apik yang disajikan di panggung.
Birgisson menyanyi, hampir selalu dengan teknik falset, sambil memainkan gitarnya, lebih sering seperti bermain cello, dengan menggunakan bow (alat gesek).
Sigur Ros membuka konser yang terkesan teaterikal itu dengan manggung di balik layar transparan yang ditembakkan video ilustrasi abstrak dan tata cahaya. Oleh para penonton, trio tersebut dan para pemusik pendukung mereka terlihat sebagai siluet. Mereka menyuguhkan "Yfirboð" dan "Ny batteri".
Berikutnya, Sigur Ros menggulirkan "Vaka", "Hrafntinna", "Sæglòpur", "Svefn-g-englar", dan "Varúð". Lagu-lagu lainnya, "Hoppípolla" dan "Með Suð Í Eyrum", disajikan secara medley. Sesudahnya, mereka memberikan "Bloðnasir", "Olsen Olsen", "Kveikur", "Festival", dan "Brennisteinn". Dua lagu tambahan, "Glòsòli" dan "Popplagið", menjadi penutup konser dari grup yang akan merilis album baru, Kveikur, pada Juni 2013, tersebut.
Jeritan dan tepuk tangan para penonton sering terdengar membahana sebagai tanda apresiasi atas sajian Sigur Ros. Memang rata-rata penonton tidak ikut menyanyikan lirik lagu tersebut, karena mereka tidak mengerti bahasa Vonlenska dari Islandia, yang digunakan untuk lirik itu. Tapi, sebagai gantinya, mereka tetap ikut bersenandung mengikuti melodi lagu-lagu tersebut dan meresapi lirik lagu-lagu itu berdasarkan perasaan dan pikiran masing-masing.
Begitulah musik, bahasa universal. Agaknya, kompisisi dan aransemen, olah vokal Birgisson serta permainan musik Goggi dan Dyrason, yang semuanya berkarakter, telah menyentuh perasaan dan pikiran para penonton di Istora Senayan, sebagaimana para pendengar lain lagu-lagu Sigur Ros di mana saja, yang bukan pengguna bahasa Vonlenska.
Sejak dibentuk pada 1994 lalu merilis album perdana, Von (1998), Sigur Ros menggunakan bahasa Vonlenska untuk lirik lagu-lagu mereka. Ketika masuk ke industri musik internasional dengan dikontrak oleh EMI (Inggris) pun, mereka tidak mengganti bahasa itu dengan bahasa Inggris. Karya pertama mereka yang dirilis oleh EMI adalah "Ba Ba Ti Ki Di Do" (2004), musik berdurasi 20 menit untuk sebuah tari balet oleh Merce Cunningham Dance Company, New York, AS. Sampai sekarang, mereka tidak berpaling dari bahasa Vonlenska untuk lirik lagu-lagu mereka.
Dengan dukungan jalur industri musik Inggris, tanpa "menjadi Inggris", Sigur Ros tetap mampu mengumpulkan penggemar dari mana-mana, termasuk Indonesia. "Hoppípolla", contohnya, menjadi hit internasional.
Lagu dari album Takk (2005) itu digunakan dalam, antara lain, trailer-trailer Planet Earth (2006), yang ditayangkan oleh BBC, lagu penutup Final FA Cup 2006, dan iklan-iklan peliputan BBC mengenai pertandingan-pertandingan kesebelasan Inggris dalam FIFA World Cup 2006. Lagu tersebut digunakan pula untuk adegan akhir film Penelope serta trailer-trailer film Children of Men, Slumdog Millionaire, Earth, dan We Bought a Zoo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.