JAKARTA, KOMPAS.com -- Bukan tanpa maksud vokalis jazz Syaharani menonton konser Sigur Ros di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (10/5/2013) malam, di area penonton kelas festival dan berdiri kira-kira dua meter saja dari panggung. Ia mengaku ingin mempelajari band post-rock dari Islandia itu.
Syaharani, yang biasa disapa Rani atau Ra, tak sekadar menikmati sajian dari grup yang terdiri dari Jon Þor Birgisson (vokal), Georg "Goggi" Holm (bas, glockenspiel, piano, dan keyboard), serta Orri Pall Dyrason (drum dan perkusi) tersebut.
"Propertinya seru ya, karena banyak instrumen dan sangat berguna. Jadi, penggunaannya maksimal semuanya, mulai dari bunyi-bunyian perkusinya sampai bunyi-bunyian efek suaranya. Dan, menurut aku sih, khusyuk ya mendengarkannya, memang seperti itu tipenya," katanya usai konser Sigur Ros.
Menonton secara langsung Sigur Ros manggung, dianalogikan oleh Rani bak menonton konser musik klasik dengan nuansa yang berbeda.
"Musiknya enggak banyak ribut, hanya di titik-titik tertentu untuk bertepuk tangan. Jadi, kayak menonton klasik," katanya lagi.
Selain itu, menurut Rani, Sigur Ros, dengan lirik lagu-lagu berbahasa Vonlenska, dari Islandia, menjadikan para penonton sulit mengerti arti lirik lagu-lagu mereka. Namun, menurut Rani lagi, hal itu tidak membuat para penonton tidak bisa menikmati lagu-lagu mereka.
"Memang, sulitnya kita enggak bisa menangkap bahasa dia. Tapi, menurut aku, mood-nya ketangkap. Inilah fungsi musik, yang katanya bahasa yang bisa komunikasi tanpa ngomong. Ya, seperti ini lah," jelasnya.
Bahasa musik yang dimainkan oleh Sigur Ros, menurut Rani lagi, bisa membuat emosi para penonton naik turun sekali pun mereka tak mengerti arti lirik lagu-lagu grup tersebut.
"Jadi, nuansanya bisa ketahuan. Kalau lagu ini, emosinya begini, atau lagu yang satu lagi, lebih antomik, atau juga lagu yang satunya lagi, ada sound yang membuat dia berasa lebih silent. Ya, itu (memainkan emosi para penonton) memang sudah jadi salah satu yang dipikirin dalam konser, bagaimana memainkan feel dan emosi penonton," jelasnya lagi.
Rani mengungkapkan pula bahwa ia penasaran terhadap frekuensi tata sound yang diatur oleh sound engineer band yang terbentuk pada 1994 itu.
"Saya yang masih pengin tahu itu sebenarnya mengatur frekuensinya seperti apa sih. Sepertinya mereka juga berpegang pada itu. Uniknya ada di sini, mereka bermain dengan frekuensi. Ada akustiknya, ada elektriknya, terus yang penting ditambah bunyi-bunyian simbalnya itu," ujarnya. "Kalau kord sih biasa ya, malah lebih rumit jazz. Tapi, lagu mereka unik dan ada soul-nya, tidak mainstream. Makanya, musik seperti ini bukan untuk di-cover lagi sama band lain," lanjunya.
Begitu juga dengan videografi yang mendukung penampilan Sigur Ros di panggung. "Visual (pada bagian) opening sampai beberapa lagu awal, fungsinya itu ketangkap, karena itu kan media. Mereka memasang media itu dengan sinar yang datang dari berbagai macam arah. Itu luar biasa. Jadi, menurut aku, ini sudah satu paket. Kalau musiknya seperti itu, ya berlaku lah visual yang seperti itu, karena nuansanya deep," paparnya.
Rani pun mengungkapkan keheranannya melihat ribuan orang menonton malam itu. "Saya juga rada heran, ternyata di Jakarta banyak juga yang mendengarkan musik yang sebenarnya butuh didengarkan dalam kesunyian," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.