JAKARTA, KOMPAS.com -- Penyuka gitar, mulai dari para pemula hingga gitaris kawakan, berkumpul dalam perhelatan Gitaran Sore. Mereka saling belajar dan saling unjuk kemampuan lalu menggalang persaudaraan.
Pernah dengar lagu "Bungong Jeumpa"? Itu lagu daerah Aceh. Pada hajatan Gitaran Sore, Minggu (28/4), di La Piazza, Kelapa Gading, Jakarta, lagu itu mengalun indah dan rancak lewat petikan gitar Jubing Kristianto. Di tangan gitaris kelahiran Semarang itu, gitar tak sekadar iringan melodi dan penjaga rhythm, tetapi juga "bernyanyi".
Dalam tempo bersamaan, petikan jari Jubing mengulik melodi dan harmoni. Telinga ratusan penonton seakan mendengar lagu "Bungong Jeumpa" dimainkan beberapa gitaris. Padahal, Jubing sendirian di panggung. "Lagi Jubiiing...," teriak seorang penonton begitu Jubing menuntaskan "Bungong Jeumpa".
Jubing lalu menyampaikan rangkaian nada yang tak asing bagi penonton. Beberapa di antaranya pun menyanyi mengikuti petikan Jubing. "We are the champions, my frieeend…." Kala itu lagu band rock legendaris Queen dimainkan Jubing.
Jubing bukan satu-satunya gitaris yang tampil di Gitaran Sore. Ada puluhan gitaris yang turut meramaikan hajatan yang telah digelar secara rutin sejak tahun 2011 ini. Selain Jubing, juga tampil I Wayan Balawan, Donny Suhendra, Ezra Simanjuntak, Gugun dari Gugun Blues Shelter, dan Pupun Dudiyawan.
Tak hanya gitaris yang telah punya nama, sebagian besar penampil di ajang ini justru gitaris-gitaris pemula yang mungkin namanya belum dikenal umum. Mereka berasal dari Jakarta, ada juga yang berasal dari Bandung, Bekasi, dan Yogyakarta.
Meskipun pemula, permainan gitar mereka cukup menawan. Ada gitaris muda yang mahir bermain cepat laksana Yngwie Malmsteen. Ada yang memadupadankan distorsi dan melodi dalam satu komposisi layaknya Kirk Hammet. Ada pula yang memilih ngeblues seolah Stevie Ray Vaughan. Ya, mereka bermain dengan karakter masing-masing.
Tak heran, acara yang dimulai pukul 15.00 itu semakin malam semakin dijejali penonton.
Pelataran La Piazza jadi begitu padat manusia. Tak ada vokalis di sana. Tidak pula ada goyangan boyband ataupun girlband yang kini tengah ngetren. Hanya deretan permainan gitar dari sore hingga tengah malam.
Awalnya "ngabuburit"
Adalah Caecilia Intan Pratiwi (37) penggagas pertunjukan ini. Awalnya Intan, yang juga pemimpin majalah musik Gitarplus itu, merasa heran, di Indonesia ini banyak pencinta gitar. Di sejumlah kota bahkan ada komunitas pemain gitar. Namun, nyaris tak ada panggung ajang tampil untuk para penggemar gitar. Gitaris hanya menjadi pelengkap sebuah band. "Akhirnya saya berpikir, kenapa tak membuat pertunjukan gitar saja," katanya.
Bersama suaminya, Eka, Intan memulai merintis pertunjukan gitar tahun 2007 melalui acara yang mereka namakan Guitar for Fun dan Guitar Goes to Campus. Keduanya menjadi cikal bakal Gitaran Sore yang kali pertama hadir pada tahun 2011.
"Gitaran Sore ini lahir saat bulan puasa. Awalnya untuk ajang ngabuburit sambil menonton gitaris main. Selain ada gitaris terkenal, juga ada para pemula dari berbagai komunitas gitar. Ternyata, respons publik sangat besar. Akhirnya, tahun 2011 Gitaran Sore digelar di empat kota," tutur Intan.
Awalnya, katanya, bukan perkara gampang memanggungkan gitaris sebagai tontonan. Sponsor akan bertanya-tanya, apa mungkin orang hanya main gitar ditonton. Intan
harus mengeluarkan dana sendiri saking sulitnya cari sponsor. "Untungnya para gitaris ini, termasuk yang ngetop, sudah seperti keluarga sendiri. Saat tahu saya harus nombok, mereka sukarela minta dipotong honornya, he-he-he," ungkapnya.
Pada tahun 2012, Gitaran Sore diusung di delapan kota. Pada tahun ini, hanya dalam waktu empat bulan, Gitaran Sore telah dihelat di 16 kota, seperti