JAKARTA, KOMPAS.com -- Star Trek into Darkness menjadi film ke-12 yang diangkat ke layar lebar berdasarkan serial televisi Star Trek karya Gene Roddenberry (1966-1969). Sutradara JJ Abrams telah menyuntikkan energi muda pada kisah penjelajahan luar angkasa ini saat ia menghidupkan lagi Star Trek pada 2009.
Kini, ia kembali membuktikan, Star Trek masih bisa dinikmati, bukan hanya oleh para penggemar lamanya, melainkan juga oleh generasi yang tidak tumbuh menonton versi orisinal Star Trek di televisi.
Dalam film ini, Abrams meramu segmen pembuka yang segera menyeret penonton dalam ketegangan. Di Planet Merah, Kapten Kirk (Chris Pine) dari USS Enterprise melanggar aturan demi menyelamatkan Spock (Zachary Quinto), perwira pertama Enterprise yang separuh berdarah Planet Vulcan. Spock yang selalu taat aturan melaporkan pelanggaran ini meski ia tahu Kirk melakukan itu demi menolongnya. Kirk pun sakit hati. Ketegangan berlanjut di antara kedua kawan ini.
Persoalan pribadi antara Spock dan Kirk juga dengan Letnan Uhura (Zoe Saldana), yang mencintai Spock, mesti diredam ketika Enterprise menerima misi memburu John Harrison (Benedict Cumberbatch), teroris yang kabur ke wilayah musuh di Planet Kronos.
Suguhan klasik Star Trek adalah pertempuran dengan pesawat luar angkasa. Dalam pertempuran seperti itu, ketegangan diakselerasi ketika para kru kerap dipaksa bertahan dengan pesawat rusak dihantam tembakan lawan. Tentu saja kali ini, kemasan tiga dimensi membuat pertempuran lebih memuaskan mata. Star Trek into Darkness juga menampilkan banyak laga, seperti saat Spock mengejar Harrison dan baku hantam tanpa senjata.
Akan tetapi, kekuatan film ini ada pada konflik emosi dan karakter. Mekanisme diri melawan ketakutan, pertanyaan moral, dan terutama kekuatan persahabatan yang teruji oleh perbedaan menjadi isu yang dieksplorasi. Emosi selalu jadi dorongan paling kuat sekaligus permainan paling menarik. Di antara aksi menegangkan, letupan emosi tak jarang mengundang tawa sekaligus haru. Salah satunya saat pertengkaran meletup ketika Kirk, Uhura, dan Spock segera berhadapan dengan musuh.
Musuh menawan
Mengikuti rangkaian film pendahulunya, cerita Star Trek into Darkness juga berpusar pada tokoh-tokoh yang sudah dikenal oleh penggemar kisah ini. Namun, bahkan untuk penonton mula, Abrams berhasil memperkenalkan karakter-karakter yang kuat dalam plot ketat, tanpa adegan berpanjang-panjang.
Karakter yang terbangun baik bahkan bisa dilihat pada peran-peran pendukung, seperti Scotty (Simon Pegg) dan Sulu (John Cho). Dalam suatu adegan ketika Sulu menggantikan Kirk di kursi kapten, misalnya, diselipkan determinasi di balik penampilan Sulu yang--meminjam istilah di film itu--lebih seperti orang baik, bukan orang kuat.
Aktor Inggris Benedict Cumberbatch juga tampil menawan sebagai Harrison. Kekejaman dikemas di balik penampilan yang kalem dan terkontrol. Harrison menjadi bagian penting dalam plot konflik yang dibuat seperti permainan catur. Bahkan, ada momen saat si tokoh antagonis ini nyaris merebut simpati penonton.
Desain interior Enterprise, juga seragam yang dikenakan para kru pesawat luar angkasa itu, menghadirkan momen nostalgia. Bahkan, Leonard Nimoy yang memerankan Spock pada versi orisinal di televisi pun tampil sebagai cameo. Namun, latar futuristik kota London dan San Francisco--termasuk bar yang dikesankan seperti habitat asli Kapten Kirk--cukup menyegarkan suasana. (Nur Hidayati)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.