Aktris pemenang Oscar, Angelina Jolie (37), pekan lalu, membuat kejutan. Ia mengungkapkan secara terbuka bahwa ia sejak Februari hingga April telah menjalani mastektomi bilateral atau pengangkatan kedua payudaranya. Ia memilih tindakan berani itu untuk mencegah kematian dini karena ia mengidap gen pemicu tingginya risiko kanker payudara.
Padahal, ketika dioperasi, kedua payudara Angelina Jolie dalam keadaan sehat, tak ditemukan adanya satu pun benjolan. Ia memilih tindakan berani itu sebagai tindakan preventif dan berharap kisahnya akan menginspirasi perempuan-perempuan lain melawan penyakit mematikan ini.
Angelina menulis kolom berjudul ”My Medical Choice” di harian
Bibir Angelina Jolie yang sensual diwarisi dari ayahnya, aktor Jon Voight. Namun, dari ibunya ia mewarisi gen BRCA-1. Ia menyatakan, dokter-dokternya memperkirakan ia memiliki risiko 87 persen kanker payudara dan risiko 50 persen kanker indung telur (ovarium). Dengan mastektomi bilateral, risikonya terserang kanker payudara turun jadi tinggal 5 persen.
Alasan lain, ia tak ingin mengambil risiko keenam anaknya (tiga anak kandung dari hubungannya dengan pasangannya, aktor Brad Pitt, dan tiga anak adopsi) bakal dibesarkan tanpa kehadiran seorang ibu.
”Saya tak merasa kurang sebagai seorang perempuan,” demikian pengakuan Angelina tentang keputusannya memangkas kedua payudaranya yang tentu didasari oleh paham feminisme radikal bahwa kuasa atas tubuh perempuan berada di tangan si empunya tubuh.
Pantaslah jika majalah
Dokter ahli bedah onkologi Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta, yang mendalami genetika kanker payudara familial, Samuel J Haryono, menilai keputusan Angelina benar. ”Mastektomi bilateral yang dijalani Jolie adalah bentuk kalkulasi atau pengurangan risiko paling gila dan paling murni,” katanya ketika ditemui Senin (20/5), di Jakarta.
Dikatakan, risiko kanker payudara sejak usia muda, di bawah usia 35 tahun, ataupun pada perempuan di bawah 40 tahun seperti Jolie dapat terus berkembang hingga usia 70 tahun, utamanya terkait dengan ada tidaknya hormon estrogen. ”Sebenarnya bisa saja Jolie diangkat indung telurnya dan payudaranya tetap dipertahankan. Ini juga pilihan yang baik, tetapi ia memilih yang radikal,” kata Samuel.
Apa yang dialami Angelina, menurut Samuel, belum tentu bentuk mutasi pada gen BRCA1 di kromosom nomor 17, tetapi lebih merupakan varian atau perubahan kecil berupa pertukaran
Jika di Amerika Serikat satu dari delapan perempuan dewasa terjangkit kanker payudara, di Indonesia persentase kanker payudara herediter (yang diturunkan) 5-10 persen.
Kanker payudara pada perempuan yang masih subur dapat dicegah dengan obat-obatan seperti Tamoxifen yang diberikan selama lima tahun dengan tingkat keberhasilan sekitar 50 persen. Untuk perempuan berusia di atas 50 tahun yang telah menopause, supresor tumor
Ilmu kedokteran saat ini,
Tentang tindakan bedah kanker payudara, teknik mastektomi yang juga dikenal di Indonesia secara perlahan mulai 1980-an sebenarnya sudah digantikan teknik operasi lain yang kurang radikal, seperti lumpektomi dan kuadrantektomi atau pembedahan segmental. Semuanya lazim disebut teknik BCT (
Biaya mastektomi dan rekonstruksi payudara di Indonesia bervariasi bergantung pada