Apa yang dibacakan Jokowi itu adalah "13 Manifesto Slank dan Slankers yang Tidak Sempurna." Jarang ada band mempunyai manifesto seperti Slank. Manifesto itu lahir dari pengalaman jatuh bangun awak Slank sebagai manusia dan awak band selama 30 tahun.
Mengenakan jaket dan rompi warna coklat, Gubernur DKI Jakarta itu naik panggung diikuti personel Slank: Bimbim (Bimo Setiawan Al Machzumi Sidharta/drum), Kaka (Akhadi Wira Satriaji/vokal), Abdee Negara (gitar), Ridho (Mohammad Ridhwan Hafiedz/gitar), dan Ivanka (Ivan Kurniawan Arifin/bas).
Bukan hanya Jokowi yang naik panggung, melainkan juga Gita Wirjawan dan Roy Suryo. Sungguh itu bukan arena kampanye, tetapi ajang konser bertajuk "Clavo Premio Filter Konser 30 Tahun Slank Nggak Ada Matinya" yang digelar Megapro.
Gita Wirjawan yang Menteri Perdagangan itu bermain piano untuk lagu Slank "Maafkanlah Aku", "Tak Bisa Jauh Darimu", dan "I Miss U But I Hate U". Adapun Roy Suryo, Menteri Pemuda dan Olahraga itu, naik pentas untuk ikut menyanyikan lagu kebangsaan "Indonesia Raya" bersama band Kotak.
Slank naik panggung sekitar pukul 21.15. Awak Slank dinaikkan crane membawa lampu menyala merah menuju panggung utama. Begitu menginjak panggung, mereka langsung tancap dengan lagu "Tong Kosong".
Diperkirakan, tak kurang dari sekitar 30.000-an penonton datang di konser. Penonton tetap berjingkrak meskipun di tengah guyuran hujan deras. Ketika jarum jam menunjuk angka 12, mereka tetap bertahan. Lewat tengah malam, sekitar pukul 00.20, Slank "mengusir" mereka dengan lagu yang membuat penonton benar-benar pulang, yaitu lagu "Kamu Harus Pulang". Refrein lagu itu menjadi koor massal tanpa dikomando.
Di tengah kegelapan Gelora Bung Karno, telihat kerlap-kerlip sinar dari glowing stick, korek api, sampai ponsel. Semuanya merespons apa yang dilakukan Slank di atas panggung. Luar biasa memang kesetiaan rakyat Slankers dengan Slank. Selama 30 tahun, Slank mampu membangun hubungan emosional lewat lagu. Dari "rakyatnya" itulah Slank bisa hidup dan bertahan selama tiga dekade.
"Tanpa dukungan mereka, kami bukan apa-apa. Maka, kami lebih mendengar fans. Kami 70 persen mengikuti fans, hanya 30 persen yang mengikuti tren," kata Kaka (39).
Dengan pemahaman semacam itu, musik Slank terasa khas.
"Kami konsisten mengusung tema sosial, demokrasi, lingkungan hidup, cinta, dan perubahan anak-anak muda," kata Bimbim (46).
Lintas generasi
Di tengah konser rock itu, ada pula seorang ibu sepuh berusia 76 tahun. Wajahnya tampak teduh dan bijak. Ia adalah Bunda Iffet Sidharta, ibu dari Bimbim yang sudah dianggap ibu dari awak Slank, dan bahkan ibu para Slankers. Di tengah gemuruh sorak puluhan ribu penonton, ia berucap lembut.
"Syukur alhamdulillah tanpa terasa 30 tahun sudah Bunda membimbing Slank. Tanpa kalian semua, para Slankers, Slank bukan apa-apa. Kalau ingin Slank baik jangan bikin ulah," kata Bunda Iffet. Dan benarlah pesan sang bunda, konser berakhir tanpa ada yang bikin ulah.
Slank berdiri tahun 1983. Cikal bakalnya adalah band Cikini Stones Complex. Stone diambil dari Rolling Stones, band yang memengaruhi Slank. Dalam konser, mereka mengajak musisi yang pernah mendukung, yakni Imanez, Pay, Indra Q, Reynold, dan WeelWelly.
Slank tumbuh di era 1980-an ketika belantika musik Indonesia sedang diramaikan oleh antara lain lagu-lagu dari Chrisye, Utha Likumahuwa, Rinto Harahap, Pance Pondaag, Jamal Mirdad, dan banyak lagi. Mereka tidak larut ke arus pasar, tapi tetap asyik dengan orientasi rock ala Mick Jagger dan kawan-kawan. Ketika itu, band sisa-sisa era 1970-an seperti Koes Plus dan D’Lloyds relatif sudah menyurut.