Film Sebelum Pagi Terulang Kembali yang diputar di bioskop mulai 8 Mei lalu, didedikasikan untuk pejuang anti korupsi, penegak hukum, juga seluruh rakyat Indonesia yang tak ingin melihat negeri ini makin terpuruk karena korupsi. Menariknya, pesan mencerahkan dalam film ini dikemas dalam cerita yang mengalir lancar, tanpa banyak ceramah.
Cerita ini berinti pada sebuah keluarga. Sang ayah, Yan (Alex Komang), adalah pejabat jujur dan berintegritas tinggi di Kementerian Perhubungan. Istrinya, Ratna (Nungki Kusumastuti), seorang dosen filsafat. Pasangan suami istri yang sama-sama mengendarai mobil butut ini punya tiga anak yang bergelut dengan masalah mereka masing-masing.
Si sulung, Firman (Teuku Rifnu Wikana), pengangguran yang kembali ke rumah orang tuanya setelah bercerai. Satria (Fauzi Baadila), anak kedua, kontraktor yang cerdas dan mandiri sejak belia. Si bungsu, Dian (Adinia Wirasti), sedang bersiap menikah dengan Hasan (Ibnu Jamil), anggota DPR yang masih muda dan menjanjikan masa depan cerah. Di rumah keluarga ini, ada juga nenek, diperankan Maria Oentoe, yang bijak dan masih rajin menitipkan kue buatannya ke resto tiap pagi.
Film ini dibuka dengan adegan pagi yang cerah bagi keluarga bersahaja ini. Masalah bergulir ketika Hasan bersama beberapa rekannya di DPR mengatur tender pembangunan pelabuhan untuk dimenangkan Satria, calon saudara ipar. Kekasih Satria pun ikut membujuk, ”Kamu boleh jago, tetapi kalau kamu enggak berada di lingkungan yang tepat, kamu bukan siapa-siapa.”
Di sisi lain, Satria merasa layak mendapat jalan pintas memenangkan proyek karena ia punya kapabilitas dan pengetahuan memadai untuk menggarap proyek itu. Konsekuensinya, Satria harus menyuap atasan Yan di kementerian, tanpa sepengetahuan ayahnya. Karena korupsi adalah sesuatu yang berbau busuk, reputasi sang ayah pun tercoreng. Di sisi lain, uang memberi Satria kemampuan untuk ”menolong” kakaknya yang menganggur, neneknya yang sakit, atau ibunya yang lelah menyetir sendiri mobil bututnya untuk mengajar ke Depok.
Berbau busuk
Pertanyaannya, itukah yang sungguh dibutuhkan keluarga ini. Sekali lagi, karena korupsi itu berbau busuk—bahkan sebelum ketahuan pun—, Yan dan Ratna gelisah melihat polah Satria. Pada sopirnya yang setia, Yan berujar tentang anaknya, "Anak itu berubah, menjadi kepribadiannya sendiri, bukan lagi bagian dari orang tuanya. Seperti kata Kahlil Gibran, anakmu bukan milikmu."
Meski cemas, sang ibu Ratna merasa tak bisa berbuat banyak karena anak-anaknya sudah dewasa. Ternyata sikap pasif orangtua yang jujur dan bersahaja ini tak cukup mencegah petaka datang karena hebatnya godaan uang itu.
Naskah cerita film yang disupervisi Komisi Pemberantasan Korupsi ini menempatkan korupsi sebagai kejahatan yang sangat dekat dengan kita. Mudah membelit siapa pun, dengan kemasan, bahkan tujuan yang seakan bisa dibuat "mulia". Untuk membantu orang tua, misalnya. Bila itu terjadi pada kita, jalan mana yang akan kita pilih?
Di antara film-film drama romantik atau superhero Hollywood yang sedang diputar bersamaan di bioskop saat ini, film Sebelum Pagi Terulang Kembali bisa jadi bukan pilihan favorit. Padahal, semua penjualan tiket film ini akan digunakan sepenuhnya untuk membiayai distribusi nonkomersial dari film Sebelum Pagi Terulang Kembali, tentunya sebagai bagian dari kampanye anti korupsi. Bila film ini sepi penonton, alangkah sedihnya. Mungkinkah itu juga pertanda, memilih tidak korupsi adalah memilih jalan yang sunyi sepi…. (NUR HIDAYATI)
Sebelum Pagi Terulang Kembali
Skenario: Sinar Ayu Massie
Produksi: Cangkir Kopi Productions
Pemeran: Alex Komang, Fauzi Baadila, Nungki Kusumastuti, Adinia Wirasti, Teuku Rifnu Wikana, Ibnu Jamil, Ringgo Agus Rahman.