Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memanggil Pendekar Turun Gunung...

Kompas.com - 21/10/2014, 07:35 WIB
Nur Hidayati,
Frans Sartono

Tim Redaksi

Sumber KOMPAS

KOMPAS.com - Film silat pernah meramaikan layar bioskop di negeri ini dari masa ke masa. Akan tetapi, sekitar 20 tahun ini, para pendekar di dunia persilatan seperti sedang menyepi. Kini produser Mira Lesmana dan sutradara Ifa Ifansyah menyiapkan film silat ”Pendekar Tongkat Emas”.

Miles Films bekerja sama dengan Kompas Gramedia (KG) Studio bersiap meluncurkan film Pendekar Tongkat Emas ke bioskop pada Desember 2014. Film yang menelan biaya produksi hingga Rp 25 miliar ini menyuntikkan kreasi baru, juga teknologi terbaru, dalam film silat klasik di Indonesia.

Produser Mira Lesmana sudah bertahun-tahun menyimpan obsesi untuk membuat film silat. Keinginan ini berakar dari kegemaran membaca komik silat sejak kecil. Menurut Mira, pembaca komik silat tentu memahami, selalu ada ikatan cerita memikat dan filosofi dalam kisah silat klasik. Itulah yang ingin ia tuangkan dalam film.

”Buat yang enggak suka baca komik silat pun, cerita film silat pada dasarnya adalah kisah kepahlawanan yang seru,” ujar Mira.

Pada 2010, Mira memulai lagi langkah membuat film silat yang ia cita-citakan. Ia menciptakan karakter dan cerita sendiri. Butuh proses sekitar tiga tahun sampai akhirnya Pendekar Tongkat Emas dibuat.

Penyutradaraan diserahkan kepada Ifa Ifansyah yang juga tumbuh sebagai pembaca komik silat Indonesia. Mira pun menggandeng Jujur Prananto dan Seno Gumira Ajidarma untuk menulis skenario. Penulisan skenario membutuhkan waktu hingga 1,5 tahun.

Untuk mendapatkan gerakan silat yang bisa ”dipertanggungjawabkan” alias bukan ngawur, Miles perlu melibatkan penata gerak kungfu. Miles memilih Xinxin Xiong, penata koreografi laga dari Hongkong yang menjadi pemeran pengganti aktor Jet Li.

Xinxin tidak saja mengarahkan laga saat pengambilan gambar dan menyiapkan tim pemeran pengganti. Ia juga melatih para aktor agar memiliki kemampuan berlaga seperti dituntut film ini.

”Selama tujuh bulan sebelum pengambilan gambar, para pemain berlatih mempersiapkan kondisi fisik. Mereka juga berlatih gerakan silat. Latihan ini mulai dari seminggu tiga kali sampai setiap hari dari pagi hingga malam. Baru setelah itu shooting tiga bulan. Para aktor ini benar-benar menunjukkan dedikasi yang besar,” kata Mira.

Pendekar Tongkat Emas melibatkan sederet aktor, yaitu Reza Rahadian, Nicholas Saputra, Tara Basro, Eva Celia, dan Christine Hakim. Selain itu, Prisia Nasution, Darius Sinathrya, Slamet Rahardjo, dan Landung Simatupang ikut pula mendukung. Para pemeran lainnya merupakan warga Sumba, Nusa Tenggara Timur, yang menjadi lokasi pengambilan gambar.

Pendekar Tongkat Emas mempunyai cerita yang sangat kuat. Terlalu berat untuk pemeran yang tidak berlatar akting. Karena itu, kami memilih pemeran aktor yang bagus, bukan olahragawan bela diri,” ujar Mira.

Menurut Mira, cerita komik silat Indonesia umumnya kental dengan kultur oriental, digandeng dengan cerita kerajaan Jawa. Dengan menggunakan Sumba sebagai latar cerita, film ini bukan hanya mendapat lokasi spektakuler, tetapi juga mempunyai warna budaya yang lebih kaya.

Si Buta

Dalam sejarah perfilman Indonesia, komik silat cukup banyak diangkat ke layar lebar. Misalnya, tokoh Si Buta dari Gua Hantu karya komikus Ganes Th, yang setidaknya lebih dari enam kali difilmkan dengan pemeran utama Ratno Timoer.

Tersebutlah Si Buta dari Gua Hantu (1970), Misteri di Borobudur (1971), Sorga yang Hilang (1977), Si Buta dari Gua Hantu—Duel di Kawah Bromo (1977), Si Buta dari Gua Hantu—Neraka Perut Bumi (1985), dan Si Buta dari Gua Hantu—Lembah Tengkorak (1990). Film-film tersebut mengukuhkan Ratno Timoer sebagai ”pendekar” perfilman Indonesia.

Tokoh Parmin Sutawinata yang lebih sohor sebagai Pendekar Gunung Sembung karya komikus Djair Warni Ponakanda juga termasuk sering muncul di layar lebar. Antara lain, Jaka Sembung Sang Penakluk (1981), Bajing Ireng dan Jaka Sembung (1983), serta Jaka Sembung dan Dewi Samudra (1990). Karena sama-sama populer, kedua pendekar itu dipertemukan dalam film Si Buta Lawan Jaka Sembung (1983).

Tokoh-tokoh komik lain yang diangkat ke layar lebar adalah Panji Tengkorak karya Hans Djaladara dalam film Pandji Tengkorak (1971) dengan Deddy Sutomo sebagai Panji Tengkorak dan aktris Taiwan, Shan Kuang Ling Fung, sebagai Dewi Bunga.

Kemudian Pendekar Bambu Kuning (1971) yang diangkat dari komik karya Usjahbudin. Juga komik karya man atau Mansyur Daman, yaitu Mandala dari Sungai Ular (1987) dan Mandala Penakluk Satria Tartar (1988).

Film silat bisa dibilang sebagai salah satu genre yang digemari dalam perfilman Indonesia. Bahkan, sejak era 1930-an, para pendekar telah meramaikan ”dunia persilatan”, antara lain Si Tjonat (1929) garapan sutradara Nelson Wong yang dibintangi Lie A Tjip, kemudian Si Pitoeng (1931) dan Si Ronda (1930).

Rentang masa 1987-1992, ketika industri perfilman sedang lesu akibat krisis ekonomi, para pendekar masih cukup perkasa beraksi. Tercatat dari 558 judul film, 171 judul berupa film laga, termasuk silat. Selebihnya adalah film drama (167), komedi (74), remaja (59), horor (44), sejarah (10), dan anak-anak (3). Bahkan, serial Saur Sepuh I-IV karya sutradara Imam Tantowi tercatat sebagai film paling laris.

Kini, Pendekar Tongkat Emas sudah siap turun gunung. Sang pendekar akan bersaing dengan film-film yang dijadwalkan edar pada masa liburan, bulan Desember, termasuk Exodus: Gods and Kings serta The Hobbit: The Battle of the Fight Armies.

(DAY/XAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau