Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024

Kisah Perjalanan Imigrasi Eddie Van Halen, dari Rangkasbitung hingga Amerika

Kompas.com - 12/02/2015, 21:32 WIB
|
EditorHeru Margianto
KOMPAS.com — Gitaris band rock, Eddie Van Halen, mengurai kisah perjalanan hidupnya yang berimigrasi dari berbagai belahan negara. Ia menceritakan kisah perjalanannya hingga menjadi gitaris ternama di dunia bersama bandnya, Van Halen.

Edward Lodewijk "Eddie" Van Halen adalah imigran Belanda yang lahir di Amsterdam dan datang ke Amerika Serikat ketika berusia tujuh tahun. Banyak yang mengira ia terlahir sebagai bintang rock. Tidaklah demikian kisahnya. Eddie menyusuri jalan kehidupan yang berliku pada masa kecilnya. 

Keluarga Van Halen berimigrasi ke California pada 1962 membawa mimpi tinggal di "tanah terjanji". Ayahnya adalah musisi yang juga bekerja sebagai seorang cleaning service. Sementara itu, ibunya yang keturunan Indonesia bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Keluarga Van Halen pernah tinggal di sebuah rumah bersama tiga keluarga lainnya.

"Kami datang ke sini (Amerika) dengan 50 dollar AS dan piano," ujar Van Halen. 

"Kami datang dari belahan dunia lain tanpa uang, tanpa pekerjaan tetap, tanpa tempat tinggal, dan tidak bisa berbicara bahasa Inggris," tambahnya.

Dalam sebuah kesempatan lain, Eddie pernah menuturkan, ibunya, Eugenia van Beers, berasal dari Rangkasbitung, Banten. Ayah Eddie, Jan van Halen, bertemu dengan Eugenia di Indonesia saat penjajahan Belanda. 

"Yang menyelamatkan kami adalah karena ayah saya seorang musisi dan lambat laun bertemu musisi lain dan manggung pada akhir pekan, mulai dari acara perkawinan sampai apa pun untuk menghasilkan uang," tutur Eddie.

Mulai bentuk grup band rock

Eddie kemudian membentuk salah satu band rock paling populer pada 1980-an bersama Alexander Arthur "Alex" Van Halen (kakak Eddie), Michael Anthony, dan David Lee Roth. Van Halen, demikian nama band itu, diambil dari nama keluarga Eddie dan Alex. Lagu-lagunya yang populer antara lain "Jump" dan "Why Can't This Be Love".

Eddie kemudian berkisah tentang perlakuan diskriminatif yang ia terima karena ia keturunan Eropa-Asia (Indonesia). Perlakuan itu ia dapatkan saat bersekolah di Amerika.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+