"Ini pertama kalinya Au Lorun diputar. Berkisah tentang empat perempuan penenun di sanggar Ibu Alfonsa," ucap Dodid dalam konferensi pers Plaza Indonesia Film Festival Celebrating Women 26-29 Mei 2015 di Cinema XXI, Plaza Indonesia, Selasa (26/5/2015).
Alfonsa, pengelola sanggar menenun Lepo Lorun di Maumere, NTT, tampil sebagai pembuka dalam film berdurasi 1,5 jam itu. Ia menjelaskan satu demi satu tahapan pembuatan kain tenun ikat dari bahan-bahan alami di sanggarnya. Bagaimana kerumitan prosesnya dari menggulung benang, membuat motif dengan ikatan, pewarnaan kain, ikan penenunan. Melalui kain tenun ikat, Alfonsa ingin para perempuan di daerahnya menjadi pribadi yang kuat.
Berikutnya kamera beralih menyorot kehidupan ibu guru Memi yang pada awalnya dikisahkan tidak bisa menenum. Walaupun terlambat, akhirnya Memi mulai belajar menenun kain ikat meski akhirnya ini bukanlah mata pencarian utama.
Sementara mama Elizabeth, dirinya diceritakan sudah mampu menenun kain ikat sejak usia 10 tahun. Keahlian itu ia peroleh dari mendiang ibundanya. Beranjak dewasa dan menikah, Elizabeth tak dapat lepas dari kain tenun ikat. Karena hanya dengan keahlian itu Elizabeth yang bersuamikan seorang tukang bangunan bisa membantu ekonomi keluarga.
Lain halnya dengan Mama Gonda, menenun adalah pilihan hidupnya. Memutuskan meninggalkan bangku sekolah dasar untuk menjaga adik-adiknya tanpa paksaan orangtua, mama Gonda hidup dari kain-kain tenun sederhana yang dibuatnya.
"Film ini ingin mengambil sisi lain dari kehidupan perempuan penenun di Flores. Layaknya menenun kehidupan mereka sendirim Kehidupannya tidak sebagus hasil tenunannya. Tapi tanpa mereka sadari, mereka menjadi penjaga budaya dan peradaban Indonesia," ucap Dodid.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.