"Kalau saya tulis tentang hujan pada bulan Desember, Desember kan memang (musim) hujan. Kalau nulisnya hujan pada Desember, nanti enggak ada yang bertanya, 'Mengapa harus hujan pada bulan Juni?' He-he-he," tutur Sapardi, membuat mereka yang hadir tertawa.
Pada 1989, ketika ia menulis puisi yang menjadi hit tersebut, hujan memang tak pernah jatuh pada bulan Juni. Puisi itu ditulis oleh Sapardi sambil melihat telaga Situ Gintung, Ciputat, Tangerang Selatan.
"Tulis puisi itu di ruang kerja di perumahan dosen di Ciputat (Tangerang Selatan). Di belakangnya ada telaga Situ Gintung. Jendelanya menghadap ke telaga itu," ucap Sapardi.
Kemudian, seorang pembaca lain lagi bertanya, "Adakah yang lebih tabah dari hujan pada bulan Juni?" Ia mengacu pada bait puisi Hujan Bulan Juni yang berbunyi, "Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni, dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu."
Sapardi menjawab, "Ada yang lebih tabah. Saya lebih tabah daripada hujan bulan Juni," dan lagi-lagi disambut tawa oleh mereka yang hadir dalam acara tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.