Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karya Warga Indonesia Reynold Tagore Ada dalam "Hobbit" hingga "Batman v Superman"

Kompas.com - 08/05/2016, 15:28 WIB

WELLINGTON, KOMPAS.com -- Siapa yang menyangka bahwa di balik keberhasilan sejumlah film Hollywood yang meledak di box office ternyata ada karya warga negara Indonesia Reynold Tagore?

Berawal dari hobi menggambar monster sejak kecil setiap pulang sekolah, kini warga Indonesia Reynold Tagore menekuni profesi sebagai seorang texture artist untuk film-film Hollywood di perusahaan WETA Digital, Selandia Baru, milik sutradara pemenang tiga piala Oscar, Peter Jackson.

"Kalau dulu diomeli, sekarang dibayar," kata Reynold sambil bercanda ketika dihubungi oleh VOA Indonesia belum lama ini.

Kali pertama melihat namanya muncul pada credit title di akhir film, Reynold mengaku terharu.

"Hampir nangis rasanya," kenang pria kelahiran 1979 ini.

Sebagai seorang texture artist, Reynold memiliki peranan penting dalam penggarapan sebuah film. Ia harus mencipta gambar atau animasi yang terlihat hidup dan orisinal di layar lebar.

"Intinya, kasih warna, kasih permukaan (ke) semua yang ada di film. Anggap saja pelukis, cuma ini buat di komputer. Jadi, misalnya, karakter atau monster atau barang yang ada warnanya sama permukaannya, itu kita yang tangani," jelas Reynold.

Tugas Reynold adalah menggambar permukaan sebuah obyek atau karakter tiga dimensi yang telah dibuat sebelumnya, sehingga tampak seperti aslinya.

Gambar tersebut bisa berupa wajah seseorang hingga hal kecil seperti tong sampah atau tiang listrik.

"Enggak ada warna, enggak ada detil juga. Jadi, misalnya manusia gitu, kulitnya mulus, enggak ada kerut, enggak ada pori-pori, cuma warna abu-abu mulus,” kata Reynold, yang sudah bekerja di WETA Digital sejak 2012.

Untuk bisa mencipta gambar yang otentik, biasanya Reynold mengacu ke foto aslinya.

"Kalau misalnya mengerjakan (gambar) orang dan orang itu ada orang aslinya, saya reference-nya pakai foto-foto mereka. Ada foto mereka dari depan, samping atas, itu saya coba ikuti sedekat mungkin. Jadi, seumpama di-render, orang enggak bisa membedakan foto dengan yang 3D model," ujar lulusan Universitas Tarumanegara (S1) dan University of Technology Sydney, Australia (S2), jurusan desain grafis ini.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau