Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sajian Karya di Jamuan Cerpen "Kompas"

Kompas.com - 01/06/2016, 14:41 WIB

KOMPAS - Ahmad Tohari (68), penulis asal Banyumas, Jawa Tengah, yang dikenal lewat karya trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini Hari (1985), dan Jentera Bianglala (1986) meraih penghargaan Cerpen Terbaik ”Kompas” 2015 lewat karya cerpen ”Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta?”

Penghargaan diserahkan pada Malam Jamuan Cerpen Pilihan ”Kompas” 2015 dalam rangkaian perayaan 51 tahun harian Kompas.

Trofi berupa patung karya maestro Nyoman Nuarta diserahkan Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo, Selasa (31/5) malam, di Bentara Budaya Jakarta.

Selain dihadiri 21 dari 23 Cerpenis Pilihan Kompas 2015, acara juga dihadiri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, pemusik Ananda Sukarlan, serta dramawan Nano Riantiarno dan Ratna Riantiarno.

Selain nama baru, seperti Miranda Seftiana atau Anggun Prameswari, Jamuan Cerpen Pilihan Kompas 2015 juga dimeriahkan oleh kehadiran cerpenis senior yang setia berkarya, seperti Putu Wijaya, Martin Aleida, dan Joko Pinurbo.

Malam itu, Bentara Budaya Jakarta adalah malam milik para penulis cerpen Kompas. Selain pemberian penghargaan, para penulis menjamu tamu dengan kisah dan nukilan karya mereka.

Ada 23 cerpen yang dipilih dewan juri dari 50 karya yang dimuat sepanjang 2015. Cerpen-cerpen tersebut diterbitkan pula dalam antologi Cerpen Pilihan Kompas yang diluncurkan malam itu.

Sebuah karya kolaborasi penulisan spontan pun dimulai oleh penulis Agus Noor, Dewi Ria Utari, Jujur Prananto, dan Putu Wijaya dalam jamuan itu.

Menteri Pendidikan Nasional Anies Baswedan lantas didaulat memberikan judul pada karya tersebut.

Setelah diam sejenak di depan komputer, Anies berkomentar, ”Ah, lebih mudah membuat Permendikbud ketimbang membuat judul cerpen,” yang disambut gerrr... tamu lainnya.

Akhirnya, Anies memilih judul ”Surat Menteri dan Mimpi Pengarang Tua” untuk awal cerpen itu.

Malam Jamuan Cerpen Pilihan Kompas 2015 dipandu Wartawan Kompas, Bre Redana. Tentang format acara yang berbeda dari tahun sebelumnya, Bre berkelakar bahwa itu bukan wujud pengiritan.

Menurut dia, hakikat kesenian justru terletak pada kesederhanaan. Bre mencontohkan, penulis sekelas Tohari tak mungkin menghasilkan karya cerpen yang meraih penghargaan jika tidak bersentuhan dengan kesederhanaan di rel kereta api.

Karya cerpen Tohari dinilai menarik secara artistik dan punya keberpihakan kepada orang-orang terpinggirkan.

Mengusung aliran realisme dalam mencipta cerita pendek, semua karya Tohari terlahir dari latar belakang realitas sosial yang kemudian dibangun kembali dan dihadirkan dalam wujud karya fiksi.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau