JAKARTA, KOMPAS.com — Film musikal yang dirilis pada tahun 1956, Tiga Dara, kini dipulihkan atau direstorasi.
Bukan hal mudah menyelamatkan karya besutan sutradara Usmar Ismail yang terpendam selama puluhan tahun itu.
Langkah pertama yang dilakukan adalah pemulihan kondisi fisik seluloid atau gulungan negatif film tersebut.
Penanggung jawab restorasi fisik film Tiga Dara, Lintang Gitomartoyo, mengatakan bahwa setelah dicek, seluloid atau gulungan negatif film itu ternyata sudah mengalami vinegar syndrome atau "kanker" pada film.
Kasus ini umumnya terjadi di negara-negara tropis. Pada seluloid, terdapat kristal-kristal debu berbahaya dan jamur. Ini juga membuat gulungannya menyusut dan melar.
"Vinegar syndrome tidak bisa sembuh, makanya saya bilang kanker. Kalau sudah kena itu, pasti sudah gawat," kata Lintang dalam konferensi pers restorasi film Tiga Dara di XXI Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (3/8/2016).
Karena belum ada obatnya, ia hanya bisa mencegah agar jamur-jamur yang ada tidak tumbuh lagi.
"Kami cuma bisa memperlambat pertumbuhan jamurnya aja. Tetapi, setelahnya, harus dirawat rutin, disimpan di tempat yang layak," ucapnya.
Selain kerusakan kimiawi itu, Lintang juga menemukan gulungan negatif yang robek, tergores, ada serangga menempel, bekas lem, seluloid yang keriting, dan tekukan.
"Yang paling susah itu, ada kerusakan di tengah gambar. Misalnya robek, saya harus pastiin gerigi bekas robek itu mesti pas betul sebelum bisa diselotip," ucapnya.
"Saya pakai sarung tangan, ada gunting, selotip, penjepit, ada cairan-cairan kimia, lem buat nyatuin dua bagian yang tidak kuat, namanya splice," kata Lintang.
Hal sulit lainnya, ada bagian pinggiran yang terdapat lubang pengait mesin proyektor yang hilang.
"Lubang itu penting sekali buat nyangkutin ke gigi mesin proyektor. Jadi, itu harus saya pasang baru. Nyelotip sepanjang itu, kalau tidak biasa bikin prakarya, ya stres juga. He-he-he," ujar Lintang.
Ia juga harus menambahkan seluloid kosong sepanjang 2 hingga 3 meter di setiap ujung gulungan.
Gunanya untuk membungkus dan melindungi bagian yang terdapat adegan film juga guna memberi jeda pada mesin pemindai.
Dari Amsterdam ke Bologna
"Sebetulnya, mungkin bisa lebih cepat. Tetapi, karena ini pertama kali saya repair seluloid, saya enggak berani cepet-cepet. Harus memegang seluloid dari tahun 1956, satu-satunya di dunia. Kalau ada apa-apa, enggak ada gantinya," ucap Lintang.
Namun, perbaikan yang dilakukannya selama lebih kurang delapan bulan itu baru tahap awal.
Setelah fisiknya diperbaiki, seluloid film Tiga Dara masih harus melewati restorasi digital oleh PT Render Digital Indonesia dan restorasi audio.
"Saya hanya memulai sebelum bisa dikerjakan sama lainnya," kata Lintang.
Sebagai informasi, rumah produksi SA Films adalah pemegang hak restorasi film Tiga Dara.
Setelah mengambil alih proses restorasi dari EYE Museum di Amsterdam, Belanda, SA Films memilih laboratorium L'immagine Ritrovata di Bologna, Italia.
Dua anak bangsa dilibatkan, yakni Lintang Gitomartoyo dan Lisabona Rahman.
Film Tiga Dara menjadi film Indonesia pertama yang direstorasi ke format 4K dan mulai ditayangkan kembali di bioskop Tanah Air pada 11 Agustus 2016.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.