KOMPAS.com - "Hanya bilik bambu tempat tinggal kita, tanpa hiasan, tanpa lukisan. Beratap jerami, beralaskan tanah, namun semua ini punya kita, memang semua ini milik kita sendiri... Segala nikmat dan anugerah yang kuasa, semuanya ada di sini. Rumahkita!" ~ Rumah Kita Sendiri, God Bless.
Tak terasa, 26 tahun sudah lewat sejak lagu ini pertama kali dirilis dalam album "Semut Hitam", album terlaris God Bless, pada 1988. Balad ini menjadi single ketiga yang meledak dari album tersebut, setelah lagu sesuai nama album dan "Kehidupan".
"Kukejar prestasi itu, seribu langkah kupacu. Ya, aku lari. Tunggu kutarik napasku, kubasuh dulu wajah ini. Ayo, lari. Tak dapatkah sejenak hentikan misimu? Lihatlah peluhku, tengoklah hatiku." ~ Kehidupan, God Bless.
Waktu terus berjalan. Usia tak membatasi Ahmad Albar, Donny Fathah, Ian Antono, dan Abadi Soesman—personel God Bless—untuk beraksi di ataspanggung.
Rasanya waktu masih bertanggal 1988, saat menyaksikan lagi aksi panggung para dedengkot musik rock ini, setelah 43 tahun kehadiran mereka di blantika musik Indonesia.
Setidaknya, kegagahan penampilan God Bless masih menjadi patron dan inspirasi bagi sosok-sosok seperti Armand Maulana, Marcello Tahitoe, dan Koil, band rock asal Bandung.
Bersama God Bless, mereka pun khusus membuat video kolaborasi "Semangat Baja The Anthem" bersama God Bless, menggaungkan kembali lirik-lirik "Semut Hitam".
"Semut-semut hitam yang berjalan, melintas segala rintangan. Satu semboyan di dalam tujuan, cari makan lalu pulang! ... Semut-semut seirama, semut-semut yang senada, menyanyikan hymne bersama: makan, makan! ... Semut hitam, maju jalan!"
Lagu yang penuh muatan pelecut bagi manusia untuk berpikir ulang soal eksistensinya itu dikemas ulang dalam video berdurasi 4 menit. Cerita di balik pembuatan video ini pun dibuatkan sekuel terpisah.
“Kalau bukan karena eksistensi tidak mungkin (mereka) bertahan sejauh ini. Mereka berdedikasi atas karyanya,” ujar Ello, panggilan akrab Marcello Tahitoe, mewakili kekaguman terhadap God Bless.
Pada 2009, God Bless sudah mendapat pengakuan soal eksistensi ini, berupa Lifetime Achievement dari Anugerah Musik Indonesia (AMI) Award.
Armand Maulana pun melihat rahasia "panjang umur" God Bless ada pada kegigihan menjaga visi dan toleransi.
“Gue perhatikan mereka punya semangat baja dan saling bertoleransi untuk mempertahankan satu visi. Lalu, komunikasi sih. Gue lihat, ngobrolnya mereka asyik. Di backstage masih bisa tertawa dan bercanda saling ejek. Jadi wajar kalau mereka masih bertahan,” ungkap Armand.
Perjalanan 43 tahun
5 Mei 1973 merupakan hari bersejarah bagi God Bless. Hari itu mereka tampil tanpa ada bayangan akan menjadi legenda seperti sekarang.
“Masih ingat dan bersyukur atas konser pertama kami di Taman Ismail Marzuki pada 1973. Hari itu, tiket sold out. Penonton menyambut dan mengapresiasi kami dengan baik. Sudah begitu, banyak sekali berita-berita baik kami di media,” kisah Iyek, panggilan Ahmad Albar.
Namun, fase jatuh bangun juga mewarnai perjalanan God Bless. Band yang sempat didapuk membuka konser Deep Purple, band rock dunia, pada 1975 itu pun pernah bergonta-ganti personel. Setidaknya ada 7 nama lain yang pernah menjadi bagian perjalanan God Bless.
“(Kunci untuk bisa langgeng) yang penting bagi kami adalah kebersamaan. Kami bersyukur bisa saling menjaga untuk tetap sama-sama membesarkan,” ujar Iyek.
Semangat baja menjaga kebersamaan itu seolah makin menguatkan pesan dalam lirik lagu yang dirilis kembali God Bless bersama anak-anak muda seperti Ello dan Armand. "Semut hitam, maju jalan!!!"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.