Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sikap dan Semangat Baja di Balik Umur Panjang God Bless...

Kompas.com - 16/12/2016, 16:28 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

KOMPAS.com – Lima orang dengan model rambut shaggy berpose dengan formasi membentuk setengah lingkaran. Satu lelaki duduk berjongkok menjadi poros bagi empat orang yang lain, dua dari mereka pun erat memegang bas dan gitar. 

Kelima orang ini adalah Achmad Albar, Ian Antono, Donny Fattah, Teddy Sujaya, dan Jockie Surjoprajogo. Dalam gambar hitam putih, wajah mereka menjadi cover album ketiga God BlessSemut Hitam.

Gambar tersebut sontak menerbangkan ingatan ke satu masa pada 1988. Saat itu, God Bless makin menancapkan fondasi sebagai patron musik rock Indonesia. Album ini laris manis, laku hingga 400.000 keping, capaian yang tak banyak terjadi pada era tersebut.

Album itu juga yang menjadi titik balik God Bless. Band yang biasanya membawakan lagu-lagu barat seperti milik Deep Purple dan The Beatles pada aksi panggungnya itu bertekad memainkan repertoar karya sendiri.

Ya, mereka berani bersikap. Mereka mulai jatuh bangun membesarkan nama dan karya sendiri.

Hasilnya sepadan, mereka mencuri hati para penikmat musik rock.  Bahkan, tak sedikit musisi rock yang terinsspirasi langkah band ini, menyanyikan karya asli milik sendiri.

Tak terasa, waktu sudah membawa God Bless ke usia 43 tahun. Bukan lagi usia yang muda. Sudah begitu, karya mereka juga tak lalu berhenti.  Pada tahun ini, misalnya, God Bless unjuk diri bersama empat musisi muda.

Empat musisi itu adalah Armand Maulana, Marcello Tahitoe, serta  dua personel KOIL—yaitu Raden Mas Julius Aryo Verdijantoro atau Otong dan Leon Ray Legoh. Kolaborasi mereka melahirkan video musik dengan tajuk “Semangat Baja The Anthem”.

Di video ini, mereka menyanyikan salah satu lagu yang pada 1988 menemani langkah penikmat rock tanah air, “Semut Hitam”.

“Kalau sampai ada Armand, Ello—panggilan akrab Marcello—, bahkan  God Bless ajak kami (KOIL) nge-jam, itu rahmat lah... Rahasia matematika..haha,” ujar Otong mengungkapkan ketakjuban bisa terlibat dalam kolaborasi ini.

Ungkapan bangga itu tak hanya diutarakan Otong. Ello yang juga ikut ambil bagian dalam proyek tersebut kurang lebih menyatakan hal yang sama.

“Ini salah satu musical journey gue yang berharga. Mungkin semua orang bermimpi bisa satu panggung atau nge-jam sama mereka,” ujar Ello.

Semangat baja

Perjalanan 43 tahun turut mengingatkan Iyek, nama akrab Ahmad Albar, saat kali pertama mengenalkan nama God Bless pada khalayak. Saat itu, mereka bertaruh menggelar acara di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat.

“Bersyukur (dan tak disangka), tiket (konser pada) 1973 di TIM bisa sold out. Kami mendapat sambutan dan apresiasi dari penonton, bahkan ramai diberitakan dengan baik oleh banyak media,” kenang Iyek.

Di gelaran acara tersebut, para penonton bersorak-sorai ikut mengeluarkan suara. Mereka bernyanyi bersama. Personel God Bless sampai mengaku terkejut karena tak ada bayangan sama sekali karya mereka bisa diterima banyak orang.

Akhirnya, riuh malam itu jadi semangat yang membuat God Bless semakin berani bersepakat untuk berdedikasi di blantika musik Indonesia. Semangat itu yang kemudian dinamakan God Bless sebagai “Semangat Baja”.

Frasa “Semangat Baja” menurut God Bless adalah semangat yang ingin mereka bagi dan tebar sebagai inspirasi untuk para musisi muda, penerus mereka.

Bagaimana pun, semangat yang teruji laiknya baja merupakan modal pertama untuk berkarya. Setidaknya, God Bless telah membuktikan layak menjadi semangat yang menginspirasi, dengan tetap melaju dan berkarya sampai sekarang.

“Jadi grup band yang hebat itu harus punya semangat karena kalau gak punya faith ya kelar. God Bless memiliki itu,” ungkap Ello.

Kini, “Semangat Baja The Anthem” jadi bukti bahwa mereka masih berdedikasi untuk musik Indonesia. Harapannya, musisi-musisi yang lebih muda dapat tertular semangat.

KOMPAS IMAGES / KRISTIANTO PURNOMO Personil God Bless, Ahmad Albar (kiri) dan Ian Antono tampil saat Malam Penghargaan Cerpen Kompas 2015 di Bentara Budaya Jakarta, Palmerah Selatan, Rabu (10/6/2015).

“Bagi kami, karya bisa melahirkan pertemanan. Terlebih lagi dengan karya (ini), kami bisa dekat dengan generasi yang lebih muda. Kedekatan yang erat antar musisi lintas generasi itu yang sangat penting,” sambung Iyek.

Menurut Iyek, menjalin keakraban antar-musisi menjadi kepuasan tersendiri. Terlebih lagi, dari situ, karya yang lebih baik lagi bisa terus dilahirkan.

“Selama latihan adalah waktu-waktu yang asyik. Itu berarti ada semangat baja di antara kita,” sambut Donny.

Menurut Doni, itulah ajaibnya. Musik, katanya, dapat menyatukan generasi yang berbeda.

“Lihat sekarang, ada Armand, Ello, dan KOIL yang sama-sama berkarya dengan kami. (Karya) ini adalah rahmat yang kami sebut god bless,” ujar Donny lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com