Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trie Utami-Dewa Budjana Cs "Angkat" Tiga Alat Musik dari Candi Borobudur

Kompas.com - 18/12/2016, 22:39 WIB
Kontributor Magelang, Ika Fitriana

Penulis

MAGELANG, KOMPAS.com -- Vokalis Trie Utami, gitaris Dewa Budjana, pemain alat musik petik Redy Eko Prasetyo, dan para pemusik Komunitas Kampung Nusantara telah menyajikan musik dengan mengedepankan tiga alat musik petik istimewa.

Tiga alat musik petik itu, yang bernama gasona, solawa, dan gasola, merupakan hasil replika dari apa yang terpahat pada relief Karmawibangga di Candi Borobudur.

Mereka memberi suguhan musik yang diberi nama Sound of Borobudur itu dalam acara pembukaan Borobudur Culture Feast 2016 di Taman Lumbini, Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada Sabtu (17/12/2016).

Permainan alat-alat musik itu, yang didukung permainan gendang, seruling, dan gitar elektrik, menghasilkan sajian indah bagi telinga mereka yang hadir.

Tarian lembut dari penari senior Didik Nini Towok menambah keindahanan suguhan tersebut.

"Kami bangga dawai Karmawibangga (alat-alat musik petik dari relief Karmawibangga itu) dapat kami bunyikan untuk dunia. Tidak mudah untuk mengeluarkan hal yang demikian anggun dan luhur dari Borobudur," tutur Iie, yang dikenal sebagai vokalis band Krakatau.

"Ini adalah bunyi dari Borobudur yang memanggil kita semua untuk kembali melihat Borobudur sebagai perpusatakaan dunia yang sarat dengan ilmu pengetahuan," lanjutnya.

"Ketika Borobudur memanggil, kita harus menjawab, dan panggilan ini kami suarakan lewat komposisi anthem yang mudah-mudahan membuka telinga dunia untuk kembali belajar kepada Borobudur, karena Borobudur adalah 'Padma Swargantara'," tutur Iie lagi.

"Padma Swargantara" adalah juga judul anthem Borobudur Culture Feast, yang dicipta oleh Iie dan Budjana. "Padma Swargantara" merupakan salah satu komposisi yang mereka sajikan dalam acara pembukaan tersebut.

Iie menceritakan bahwa gasona, solawa, dan gasola merupakan tiga dari 23 alat musik yang terpahat pada relief Candi Borobudur.

Ide pembuatan alat musik itu muncul spontan pada pertengahan Oktober 2016 di Yogyakarta.

Tidak mudah untuk mereplika alat musik tersebut karena panel relief bersangkutan berada di bagian paling dasar Candi Borobudur dan terpendam di dalam tanah.

Para pemusik itu berbekal referensi literatur yang ada saja.

"Kami tidak bisa melihat langsung, karena (relief) terpendam di tanah, tidak ada rekam jejak bunyinya bagaimana, tidak ada teori pembuatannya, jadi hanya pakai referensi buku saja," terang Budjana.

Gasona, solawa, dan gasola kemudian dibuat dari kayu jati oleh seorang seniman, Ali Gardy, di Situbondo, Jawa Timur.

"Setelah 1.300 tahun lalu, butuh keberanian bisa mengeluarkan lagi dawai ini dan membunyikan lagi. Bangga sebagai bangsa yang dititipi gambar yang (menunjukkan bahwa) ternyata (pada) abad ketujuh kita sudah punya ansambel orkestra," terang Budjana lagi.

"Alat musik petik selalu muncul sendiri, berbeda dengan gamelan. Tapi, ternyata di Borobudur semua ada, jumlahnya (pemainnya) tidak mungkin hanya tiga-empat orang, tapi berbentuk orkestra," ungkap gitaris band GIGI ini.

Meski belum memiliki rencana yang pasti akan mereka wujudkan, Iie, Budjana, dan Redy berminat membuat replika semua alat musik yang terpahat pada relief Candi Borobudur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau