Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Tonton Grup Indie Apa Saja?

Kompas.com - 17/02/2017, 10:21 WIB
Sri Noviyanti

Penulis


KOMPAS.com
– “Ini mosi tidak dipercaya... Jangan anggap kami tak berdaya... Ini mosi tidak percaya... Kami tak mau lagi diperdaya...

Penggalan lirik di atas terus diulang dengan hentakan semangat. Tidak hanya oleh grup band yang membawanya, Efek Rumah Kaca, tetapi juga para penonton di bawah panggung festival musik indie.

Lima di antara penonton adalah Deri, Arman, Dodi, James, dan Anwar. Mereka lima sahabat yang baru saja lulus dari salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta.

Dari hasil menyisihkan uang saku kurang lebih dua bulan, mereka membeli tiket festival musik berbayar itu untuk pertama kali. Biasanya, mereka lebih senang datang ke kafe yang di hari-hari tertentu menampilkan band indie bermodalkan patungan membeli camilan atau minuman.

“Namanya juga mahasiswa," celetuk Dodi sembari tertawa.

Tak terasa, momen tersebut sudah lewat delapan tahun. Ya, persahabatan mereka memang disatukan dengan hobi yang sama, yakni menonton dan menikmati musik indie.

Setelah masing-masing memiliki pekerjaan, intensitas pertemuan mereka untuk menonton band indie agak berkurang. Dari perjanjian pertama setelah lulus—setidaknya tiap dua minggu akan menyisihkan waktu untuk berkumpul—waktu mereka bertemu kini "dilonggarkan" menjadi satu sampai dua bulan sekali.

Itu pun, tak selalu mereka berlima bisa lengkap datang. Lebih-lebih setelah James harus pulang kampung ke Manado pada 2013 dan Anwar memperistri wanita asal Bandung—yang lalu menetap dan bekerja di Kota Kembang pada 2015.

Namun, Deri, Arman, dan Dodi masih rutin berkumpul di tempat yang disepakati. Pertemuan di acara-acara festival musik memang sudah lama ditinggalkan, mengingat waktu bekerja mereka tak selalu longgar bersamaan.

Thinkstock/iStock Ilustrasi

Kafe, kembali jadi pilihan mereka, seperti pada masa-masa kuliah. Tentu saja sekarang patungan sudah tak jadi hal yang diperlukan. Suguhan band indie dan lokasi yang ada di pertengahan dari lokasi kerja mereka, lebih jadi alasan.

“Sekarang sudah bekerja, kami berganti-gantian saja siapa yang giliran membayar tagihan kafe saat jadwal ketemuan,” ujar Arman.

Sebagai teman mengobrol dan menikmati band-band indie itu, mereka memesan kopi, camilan, kue-kue, dan tak lupa minuman berkarbonasi kesukaan Dodi harus masuk daftar pesanan.

“Nikmatnya kalau nongkrong di kafe kayak gini, ditemani minuman berkarbonasi,” ujar Dodi, soal minuman pilihannya itu.

Kafe jadi pilihan lokasi berkumpul, salah satunya memang karena ada ragam variasi suguhan camilan dan minuman yang pas menjadi "teman" dan bikin obrolan makin seru. Untuk pereda haus, misalnya, pilihannya dari kopi hitam sampai minuman malt seperti Bintang 0,0% Maxx, tersedia.

Bahagia

Menonton band indie di kafe bagi Dodi dan kawan-kawan kini tidak semata untuk mencari hiburan. Pilihan kafe tempat berkumpul memang tetap kerap ditentukan dari ada atau tidaknya band indie yang tampil pada hari itu.

Namun, "agenda" utama adalah obrolan seru di antara kawan lama, dengan bebas bertutur tentang apa saja dalam keseharian masing-masing.

“Kalau tidak ada (performa band indie di kafe) pun, asal ada waktu luang bersama ya kumpul saja. Dengan kawan lama, cerita bisa lebih bebas dan seru, sudah tahu sama tahu karakter dan watak,” tutur Dodi.

Pertemuan juga tak harus di kafe. Kadang-kadang, salah satu di antara mereka sengaja menyiapkan rumah untuk tempat kumpul. Dari mengobrol sampai menonton film bareng bisa dilakukan di sini. Suguhannya saja yang disiapkan bisa seperti di kafe, termasuk untuk pilihan minuman.

Robin Dunbar, Profesor di Oxford University, lewat risetnya pada 2013 mendapati, pertemuan yang diatur rutin dalam persahabatan antar-lelaki adalah hal wajar.

“Lelaki menghabiskan seperlima dari hari mereka untuk berinteraksi sosial, termasuk via media sosial, teks, dan telepon,” tulis Dunbar seperti dikutip Dailymail, Senin (21/10/2013).

Menurut riset yang sama, interaksi sosial ini menjadi salah satu faktor penting yang membuat lelaki bahagia. Bahkan, manfaatnya bisa meningkatkan kualitas kesehatan.

Dok Bintang 0,0% Maxx Ilustrasi

Dunbar sampai menetapkan waktu rutin ideal bertemu, yakni dua kali dalam seminggu untuk mendapat manfaat optimal. Soal aktivitas, Dunbar merekomendasikan kegiatan yang mempertemukan hobi bersama atau malah sekalian sekadar berbagi lelucon.

“Pria yang mempertahankan kelompok sosial, biasanya lebih cepat sembuh apabila terserang suatu penyakit,” tulis Dunbar pada laporan risetnya.

Kebersamaan

Bagi Deri dan teman-temannya, momentum pertemuan rutin dengan kawan-kawan lama adalah untuk membahas banyak hal. Selain pekerjaan, dan berbagi lelucon, bahasan soal band indie jadi bab wajib.

“Kalau ketemu yang dibahas salah satunya adalah ‘sudah menonton band indie apa lagi?’,” sambung Deri.

Di sela kesibukan bekerja, masing-masing dari mereka juga masih suka menonton festival atau pertunjukan musik indie. Bedanya dengan dulu, ujar Deri, sekarang dia juga sering menonton bersama anak dan istrinya.

“Kalau teman-teman lagi tidak bisa (buat berkumpul dan menonton bareng), ya sudah ajak saja (anak dan istri) yang di rumah,” kata dia.

Arman pun demikian. Saat waktu luang, ia kerap mencari jadwal penampilan musik indie. Bahkan, kalau tidak ada yang bisa diajak menonton, ia biasanya datang menikmati acara itu sendiri.

“Di sana (acara tersebut) banyak kok temannya (yang sama-sama menikmati musik indie),” ujar Arman.

Tak seperti dulu, kata Arman, saat ini mudah sekali mencari jadwal gelaran musik indie. Dalam satu tahun, bisa sampai lima kali acara semacam itu ada di satu kota. Terlebih lagi, saat ini tren musik indie memang sedang naik daun.

Band-band pengisi acaranya pun sudah lebih kaya dibandingkan zaman ia kuliah. Kehadiran band-band indie Tanah Air seperti Bara Suara, Kelompok Penerbang Roket, Stars and Rabbit, dan Dialog Dini Hari, masuk dalam "radar" pantauan Arman.

“Atmosfer baru. Hal paling terasa adalah mudahnya menjumpai acara musik semacam itu. Jadi lebih seru,” kata Arman.

Kini, di meja pojok yang diterangi lampu berwarna kuning temaram, Arman, Deri, dan Dodi terlibat obrolan dalam satu meja. Malam ini, mereka kembali berkumpul di kafe di bilangan Jakarta Selatan, berteman piliihan minuman favorit masing-masing.

Bagian tengah kafe tersebut sengaja dipasangi ubin yang lebih tinggi, sebagai stage sederhana tempat manggung band-band indie. Obrolan tiga sekawan itu pun seketika berhenti, ketika hentakan suara vokalis salah satu band indie bergaung di seantero kafe, berganti gumam dan nyanyian lantang menyuarakan lirik lagu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau