Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"End of Black Era", Film Fantasi yang Mengangkat Perajin Tradisional

Kompas.com - 17/06/2017, 15:10 WIB
Kontributor Yogyakarta, Teuku Muhammad Guci Syaifudin

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - End of Black Era, begitu judul film berdurasi 12 menit yang ditampilkan dalam acara screening film di Dusun Jogja Village Inn, Jalan Menukan, Kelurahan Brontokusuma, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta, Jumat (16/6/2017) malam.

Film bergenre fantasi itu merupakan karya anak bangsa, yaitu Yuris Laboratory Costume Design berkolaborasi dengan Aenigma Picture.

Film End of Black Era menceritakan Neewa sebagai tokoh utamanya. Dia adalah seorang gadis yang tinggal di pedesaan yang berada di tengah hutan.

Neewa terlihat dikejar-kejar seorang makhluk bertubuh biru di tengah hutan sampai akhirnya pingsan setelah terjatuh. Beruntung Neewa tak ditemukan mahkluk biru yang disebut sebagai Sang Malapetaka.

Setelah siuman, Neewa bertemu dengan sekelompok pemuda bernama The Wanderers. Di akhir cerita, The Wanderers terlihat mengejar sesuatu. Akan tetapi tidak diketahui apa yang dikejar kelompok pemuda yang disebut-sebut sebagai musuh pemerintahan.

Ya, film fantasi yang ditampilkan itu merupakan potongan cerita tentang kerajaan yang dipimpin seorang raja bernama Talitha. Talitha merupakan anak perempuan yang menjadi penerus kerajaan setelah sang raja wafat dalam sebuah perang saudara satu dekade silam.

Dalam acara screening film itu, penonton tak hanya melihat film End of Black Era. Penonton juga menyaksikan dua film dokumenter yang masing-masing berdurasi lima menit. Penonton harus melihat dua film dokumenter itu terlebih dulu sebelum menonton film End of Black Era.

Dua film dokumenter yang diputar terlebih dulu itu merupakan kisah dua orang perajin tradisional, yaitu Zubaidi dan Almarhum Mbah Reso. Zubaidi merupakan perajin tembaga berusia 50 tahun asal Kotagede, DI Yogyakarta, sedangkan Mbah Reso merupakan perajin tenun lurik gendong asal Klateng, Jawa Tengah.

Bukan tanpa alasan, penonton harus melihat dua film yang mengisahkan Zubaidi dan Mbah Reso terlebih dulu. Belakangan diketahui, hasil kerajinan yang dibuat kedua orang itu ternyata digunakan para aktor yang bermain dalam potongan film End of Black Era.

Aksesori telinga berbentuk sayap yang dikenakan Neewa dan penduduk desa misalnya, merupakan tembaga hasil karya Zubaidi. Konon aksesoris telinga berbentuk sayap itu mewakili telinga Sang Pelindung, sosok yang dipercaya penduduk melindungi alam dan penghuninya dalam film itu.

Tak hanya aksesori telinga, mahkota dan tombak trisula yang dibawa Sang Malapetaka itu juga merupakan hasil karya Zubaidi.

Trisula yang terinspirasi dari senjata Dewa Laut Poseidon itu terdapat ukiran halus menyerupai sisik ikan dan kulit reptil. Ukiran itu merupakan hasil kerja tangan Zubaidi.

Sedangkan hasil kerajinan Mbah Reso, yaitu kain lurik yang dikenakan Neewa. Kain lurik itu merupakan hasil kerja tangan Mbah Reso yang menggunakan teknik gendong.

Teknik gendong sendiri merupakan cara menenun kain lurik secara manual dan sudah jarang digunakan. Teknik itu pun nyaris punah lantaran prosesnya memakan waktu lama dalam membuat sehelai kain lurik.

Yongki Ongestu dan Yuris Aryanna yang menjadi otak dalam pembuatan film dokumenter tersebut. Menurut mereka, tujuan utama pembuatan film dokumenter itu untuk menangkat budaya dan kerajinan tradisional Indonesia melalui film fantasi.

"Melalui film fantasi ini, bisa menjadi jembatan antara generasi yang muda dan tradisional. Soalnya kalau hanya sebatas dokumenter mungkin orang khususnya yang muda tidak begitu tertarik dan tidak mau nonton," kata Yuris.

Selain itu, lanjut Yuris, film itu juga ingin menunjukkan kerajinan tradisional di Indonesia itu bisa dikembangkan di dunia desain. Buktinya, kostum aktor dalam film End of Black Era tak terkesan tradisional meski bahannya merupakan hasil kerajinan tradisional.

"Orang-orang di bidang desain bisa eksplor lebih dengan menggabung antara tradisional dan modern," kata Yuris.

Yuris mengatakan, kelanjutan film End of Black Era ini juga akan menggunakan hasil kerajinan tradisional lainnya yang ada di Indonesia. Ia dan Yongki tengah melakukan riset tentang kerajinan tradisional yang sudah mulai ditinggalkan.

"Kami sudah ada beberapa kerajinan yang kami simpan. Tapi kami tetap masih melakukan survei dan kalau ada informasi soal perajin tradisional ini kami akan tampung," kata Yuris.

Sementara Yongki mengatakan, proses pembuatan tiga film dokumenter itu menghabiskan waktu selama delapan bulan dengan anggaran sekitar Rp 300 juta. Menurutnya, proses riset dan pengambilan gambar di lokasi perajin membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan pembuatan film fantasi hanya berlangsung selama sehari di Kota Depok.

"Riset sejak agustus, sedangkan ambil gambar di tempat perajin harus berkali-kali. Seperti Mbah Reso, kami tidak bisa langsung mengambil gambar langsung. Kami harus berulang kali mengambil gambar Mbah Reso karena beliau sudah sepuh," ujar Yongki.

Terkait dengan kelanjutan cerita, Yongki mengaku belum bisa memastikannya. Selain masih melakukan riset, ia masih melihat respons pecinta film di Indonesia terhadap film buatannya tersebut.

Ia mengaku akan melakukan screening film di sejumlah tempat seperti Jakarta, Semarang, dan Malang, sebelum melanjutkan film End of Black Era.

"Dari film ini kami bukan hanya ingin menghidupkan kembali perajin tradisional, tapi kami juga ingin membuat lokasi pengambilan gambar film kami (End of Black Era) itu menjadi tempat pariwisata," ujar Yongki.

Yongki membeberkan, lokasi pengambilan gambar film selanjutnya nanti akan dilakukan di daerah Belitung. Menurut dia, Belitung menjadi satu lokasi yang sangat layak dan ideal untuk melanjutkan potongan cerita End of Black Era.

"Di sana sejarah yang belum dikemas seperti Yogyakarta atau Bandung. Dan di Belitung itu wisata alamnya sangat bagus, sementara terancam rusak karena akan ada perusahaan tambang yang mau masuk. Kami sangat berharap wisata terangkat sehingga penambangan tidak jadi. Masyarakat di sana pun yakin wisata mampu menghidupi mereka ketimbang tambang yang merusak lingkungan," ujar Yongki seraya mengatakan film hasil karyanya bersama Yuris itu telah didaftarkan ke festival film internasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com