KOMPAS.com - Nyang sunat atinye girang, biar kate ade nyang ilang, udeh sunat jangan telanjang, ntar digigit semut rangrang.
Lagu Penganten Sunat itu memang nyeleneh—kalau tidak mau dibilang jenaka, apalagi "nakal" gaya khas Betawi—persis dengan gaya si pelantun sekaligus penyanyinya, Benyamin Suaeb atau Benyamin S.
Lewat lagu inilah perjalanan hidup Benyamin mulai dikisahkan dalam lakon "Babe; Muka Kampung Rejeki Kota" di panggung Graha Bhakti Budaya, TIM, Jakarta, Jumat (15/9/2017) malam.
Masa kecil Benyamin yang getir tetapi penuh canda terpapar lewat iringan gambang kromong dan orkestra. Tingkah polah Benyamin yang sejak kecil sudah apa adanya, ceplas-ceplos, bahkan goblek—istilah orang Betawi yang artinya asal ngomong—tergambar di sini.
Inilah Benyamin S. Apa yang dia bincangkan, lagu yang dia nyanyikan, canda yang dia lontarkan, serta film-film yang dia perankan, pasti bikin orang terpingkal-pingkal, bahkan bisa-bisa sakit perut saking tak henti tertawa.
Disutradarai Agus Noor, pentas "Babe; Muka Kampung Rejeki Kota" menyiratkan bahwa tokoh sekaliber Benyamin S memang perlu dibuatkan pentas sendiri, khusus, dan kelasnya bukan panggung kelurahan.
Meski berkonsep ngelenong, pentas "Babe" digarap sangat serius oleh Maudy Koesnaedi, sang produser. Duet Agus Noor dan Maudy mengemas pentas ini laiknya konser teatrikal bergaya broadway untuk mengiringi tari, gerak dan puluhan lagu yang terangkum dalam lima sketsa cerita ini.
Ide pentas diambil dari buku biografi Benyamin S berjudul Muka Kampung Rezeki Kota (2005) yang ditulis oleh Ludhy Cahyana dan Muhlis Suhaeri. Jadilah, lembar demi lembar kehidupan Benyamin S muncul ke atas panggung dalam paduan musik gambang kromong dengan orkestra.
Meski mengadopsi garapan sangat modern, pertunjukan "Babe" tetap dibuka dengan gaya lenong Betawi, yaitu menggunakan pembawa cerita atau jantuk. Setiap episode berganti, jantuk muncul dan mengisahkan cerita dengan penuh candaan.
Grrrr... Beruntung pemilihan tokoh jantuk ini jatuh pada Abang (Indra Bekti) dan Mpok Jantuk (Astry Ovie). Kurang lebih setengah jam, duet Indra-Ovie berhasil bikin perut mules lantaran tertawa terbahak-bahak sebelum pentas dimulai.
Sketsa pertama tentang Benyamin kecil yang getir pun dimulai. Lagu "Penganten Sunat" dan "Si Bango" jadi pembuka. Panggung sudah langsung meriah.
Sketsa kedua, Benyamin tumbuh remaja. Karena bukan anak orang kaya, Benyamin tak gampang dapat uang dari orangtuanya.
Buat urusan jajan, misalnya, dia kerap ngamen dari panggung satu ke panggung lain. Istilahnya, "ditanggap" orang.
Benyamin suka "ditanggap" karena punya kebisaan menyanyi dan bikin lelucon spontan. Dari masa inilah keinginan Benyamin untuk menjadi seniman panggung makin menguat.
Lalu, nuansa panggung pun mendapat iringan "Nonton Cokek", "Keroncong Kemayoran", "Sarendo-rendo", dan "Biang Kerok".
Di episode ini juga terungkap kisah cinta Benyamin S ketika "mengejar" Noni, perempuan pujaan sekaligus cinta pertamanya. Lagu "Hujan Gerimis", "Gadis Manis Berbaju Biru", serta "Nonton Bioskop" jadi iringan. Lagi-lagi, semua tetap berbungkus kesan jenaka.
Benyamin S adalah seniman serba bisa. Itu susah dimungkiri, bahkan sampai detik ini masih susah dicari gantinya.
Toh, memang tak ada yang bisa menjawab tantangan tersebut hingga "Babe; Muka Kampung Rejeki Kota" dipentaskan. Sketsa ketiga dan empat pentas pada malam itu menggenapi gambarannya.
Ya, meski terangkum secara singkat, bagian ini cukup padat menggambarkan sosok Benyamin sebagai seniman multitalenta.
Berangkat dari kelas pemain lenong di kampung, Benyamin pada 1970-an adalah penyanyi gambang kromong yang juga anak band. Band pertamanya, Melodi Ria, diangkat secara gamblang di episode ini.
Benyamin juga penyanyi pop, melayu, keroncong, bahkan seriosa, serta dangdut yang pernah berkolaborasi dengan penyanyi terkenal sezamannya, seperti Rita Zahara, Rossy, Eddy Sud, dan Ida Royani.
Tak cukup masuk dapur rekaman untuk lagu-lagunya, Benyamin banjir tawaran film juga. Nama seniman kelahiran Kemayoran, 5 Maret 1939, ini makin melambung. Di zaman itu, siapa tak kenal Benyamin S alias Bang Ben, alias Frangky alias Pengki?
Tercatat, Benyamin S menelurkan 46 album rekaman dan lebih dari 50 judul film. Dua di antaranya bahkan meraih penghargaan bergengsi Piala Citra, yakni Intan Berduri (1973) dan Si Doel Anak Modern (1975).
Akhirnya, kisah berujung di sketsa terakhir atau kelima, yakni masa tua Si Babe. Meski tak lagi produktif di film dan rekaman, nama Benyamin S tetap kondang pada era ini.
Gara-garanya, dia jadi ruh utama sinetron Si Doel Anak Sekolahan (SDAS) di layar kaca. Hingga beberapa episode SDAS, Benyamin tetap memberi warna tersendiri pada dunia hiburan Indonesia.
Sesudah bagian itu, panggung "Babe" di Graha Bhakti Budaya meredup. Tepatnya pada adegan Benyamin wafat setelah terkena serangan jantung usai bermain sepak bola.
Lewat lagu dan tari pada malam itu, pertunjukan "Babe, Muka Kampung Rejeki Kota" seolah menjadi mesin pemutar waktu yang menghadirkan kembali sosok Benyamin.
Benyamin memang konyol, tapi dia cerdas berkarya. Orangnya jenaka, tapi sopan berkata-kata. Benyamin juga dikenal taat beragama dan sangat berbakti pada orangtua, meski sebetulnya dia sosok super jahil seperti tergambar dalam lagunya "Biang Kerok".
Ah masa bodoh dunia saye yang punye yang punye,
Tuan dan nyonye sebut saye biang kerok, si berengsek
Dengar kuping yang kiri, lolos kuping yang kanan
Habis kerje aye terus ngorok...