SURAKARTA, KOMPAS.com--Agak berbeda dengan biasanya, kali ini Diskusi Kecil Pawon membawa tiga bahasan dalam satu acara. Acara berjudul “Nanti Kita Julid Tentang…” berkemauan didatangi sekian banyak orang.
Kita akan menyimak kisah-kisah dari para pengoceh dan mengalami diskusi sungguh santai. Acara akan berlangsung dari siang hari sampai menjelang buka puasa. Tersebutlah tiga sub-bahasan termaksud sebagai berikut.
“Sastra Kutipan”. Tahun-tahun belakangan, jagat perbukuan kita berhasil menjual dan mencetak ulang –berkali-kali pula–buku-buku berwajah-visual-manis. Yang paling laku sejauh ini tentu Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini atau lebih suka kita sebut NKTCHI karya Marcella FP. Sebelumnya kita barangkali sempat bertemu buku-buku karya Lala Bohang, Adi K, dan tersebutlah lebih banyak lagi dipajang di rak-rak mudah tertangkap mata calon pembelanja buku.
Tapi buku-buku itu belum selaris NKTCHI. Penerbit asal Jogja bahkan berani menerbitkan buku dengan komposisi isi serupa dengan judul Nanti Kita Sambat Tentang Hari Ini (NKTSHI). Buku tak malu-malu mengakui menduplikat strategi judul pertama, termasuk dalam membangun basis pembelinya. Ada yang mengatakan fenomena ini adalah kebangkitan industri buku yang dianggap hampir mati kutu.
Tapi tak sedikit pula yang geram. Buku-buku berwajah-visual-manis yang irit kata-kata itu dinilai tak cukup menyumbang kebaikan bagi pendidikan literasi kita. Buku-buku begitu seringkali habis dibaca dalam sekali duduk. Tidak menciptakan dialektika atau permenungan mendalam akan suatu hal. Barangkali kecuali kata-kata bijak bermaksud cukup untuk mengalami hidup. Naimatur Rofiqoh, Eko Setyawan, dan Susantini akan berbagi cerita dan pandangannya soal merebaknya buku-buku berwajah-visual-manis mulai dari segi kreatif pembuatan buku sampai kaitannya dengan dunia jual-beli buku.
“Yang Saru atau Seru dalam Sastra”. Konon, salah satu bumbu dalam karya sastra itu perkara-perkara yang dekat dengan selangkangan dan seterusnya. Hal yang bagi awam dianggap saru dan tabu dihadirkan-dibicarakan di publik. Tapi dalam dunia sastra, hal-hal yang begitu itu lebih sering menarik pembaca. Para pembaca sastra kadung mengamini bahwa yang saru-saru itulah yang justru seru. Bersama Fanny Chotimah, Setyaningsih, dan Liswindio Apendicaesar kita akan bersama-sama menyelami yang saru-saru tapi seru.
“Perempuan Berbahaya”. Masa sudah sedemikian meriah, tapi perempuan-perempuan kerapkali masih merasa atau malah betulan tak mendapat ruang hidup sebaik yang dimiliki lawan jenisnya. Ruang hidup itu selain dalam ranah pekerjaan domestik rumah tangga (memasak, melayani suami dan keluarga, dan segalanya) juga soal lain.
Perempuan, bagaimanapun upayanya untuk menjadi manusia berkualitas secara sikap dan pikiran itu masih selalu mendapat aral. Memang banyak dari kita yang sadar perlunya keberimbangan peran antara laki-laki dan perempuan. Tapi lebih banyak lagi yang menolak dan merasa hidup sudah baik-baik saja dengan peran dominan laki-laki di segala urusan penting menyoal harkat dan martabat kemanusiaan.
Sudahlah, perempuan cerewet dan pintar dan banyak baca buku dan banyak membantah konsensus itu menyalahi kodrat. Selain itu, juga susah dapat jodoh hlo. Dyah Esti Imaniar, Impian Nopitasari, dan Rizka Nur Laily Muallifa akan saling melempar kisah melakoni diri sebagai perempuan-perempuan ingin punya sikap dan pikiran sendiri.
Diskusi Kecil Pawon
“Nanti Kita Julid Tentang…”
Sabtu, 18 Mei 2019 | Pukul 15.00 – Buka Puasa
Sesi 1 15.15 – 16.00 WIB
Perempuan Berbahaya
Oleh : Esty Dyah Imaniar, Impian Nopitasari, Rizka Nur Laily Mualifa
Sesi 2 16.00-16.45 WIB
Yang Seru atau Seru dalam Sastra
Oleh : Fanny Chotimah, Setya Ningsih, Liswindio Apendicaesar
Sesi 3 16.45-17.30 WIB
Sastra Kutipan
Oleh : Naimatur Rafiqoh, Susantini, Eko Setyawan