KOMPAS.com - Karya Didi Kempot yang mengusung lagu-lagu daerah mendapat respons positif belakangan ini. Bahkan untuk pertama kalinya, adik almarhum Mamiek Prakoso tersebut mendapatkan undangan untuk manggung di Istana Merdeka dalam rangka menyambut kemerdekaan Indonesia, pada Jumat (2/8/2019) malam.
Nama Didi Kempot semakin melambung, setelah para fans-nya "Sobat Ambyar" menjulukinya sebagai The Godfather of Broken Hearth.
Sebelum muncul fenomena Didi Kempot, ada pedangdut Via Vallen yang juga mengusung lagu daerah di 2017.
Berkat lagu "sayang" miliknya, Via Vallen berhasil masuk ke dalam deretan artis nasional. Bahkan ia berhasil memenangkan ajang Indonesia Dangdut Award kategori "Pedangdut Solo Wanita Terpopuler 2017".
Popularitasnya pun semakin melejit di tahun 2018, dan bahkan menjadi salah satu artis pengisi acara di pembukaan ASIAN GAMES 2018, gelaran olahraga terbesar se-Asia.
Selain kedua penyanyi tersebut, masih ada Dian Sorowea. Lagunya "Su Sayang" di tahun yang sama mendapatkan respons positif dari masyarakat.
Lagu ciptaan Near ini bahkan masuk dalam jajaran trending di mesin pencarian Google. Hingga saat ini, lagu "Su Sayang" telah ditonton lebih dari 110 juta kali di Youtube.
Baca juga: Didi Kempot, Sewu Kutho dan Sejarah Campursari
Mengapa lagu berbahasa daerah bisa begitu populer? Dosen Pendidikan Sendratasik Unnes Ibnu Amar Muchsin mengatakan musik itu universal. Lagu-lagu Korea dari K Pop bisa mendunia bahkan bisa duduk di tangga lagu Amerika.
Fenomena yang baru-baru ini terjadi yakni lagu-lagu Indonesia yang ngehits, semisal lagu-lagu dari Tulus dan Andien diproduksi ke dalam bahasa asing.
"Lagu Noah juga pernah di alih bahasakan ke dalam Bahasa Korea," katanya, Selasa (6/8/2019).
Terkait dengan munculnya lagu-lagu daerah yang menasional, imbuhnya tergantung dari tema lirik dan keunikan melodinya. Lagu "Sayang"nya Via Vallen sebenarnya aslinya lagu Jepang, namun setelah dikasih lirik yang eye catching dalam genre dangdut akhirnya jadi hits.
"Yang juga fenomenal adalah Didi Kempot, karena tidak ada satupun yang berbahasa Indonesia," kata dia.
Selain itu, Didi Kempot mempunyai cengkok yang khas dalam bernyanyi. Dengan aransemen dan penggabungan musik tradisional Jawa dengan modern memperkuat unsur yang dimiliki Lord Didi.
Dikutip dari buku Andrew N. Weintraub yang berjudul Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia popularitas musik-musik lokal dikarenakan ciri musikal yang berkaitan dengan penderitaan rakyat.
Baca juga: Jokowi Ikut Bernyanyi Sewu Kutho, Ini Makna di Balik Liriknya
Selain tema penderitaan, popularitas sebuah lagu juga tidak lepas dari isi liriknya.
Buku itu menyebutkan, lirik lagu yang sederhana dan komunikatif lebih banyak disukai oleh para pendengar.
Lagu "Sewu Kutho" dan "Sayang" misalnya. Lagu itu mungkin tidak memiliki pesan tertentu, tapi mampu menceritakan realita percintaan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.
Selain sederhana, dalam buku itu, lagu yang mampu mewakili perasaan pendengar juga banyak diminati. Lagu memberikan bahasa kepada orang untuk mengungkapkan berbagai perasaan yang sulit diutarakan.
Karena itu, seringkali dijumpai di media sosial unggahan publik yang berisikan lirik lagu tertentu untuk menyuarakan kondisi hati mereka.
Buku tersebut juga menyebutkan, kombinasi lirik yang meratap, irama joget, dan gaya pementasan yang berbeda mampu memukau publik.
Publik seakan berusaha melupakan diri dengan berjoget dan bersenang-senang.
Perasaan senada juga diungkapkan oleh akun Instagram @sobatambyar. Menurut akun tersebut, seseorang tidak perlu meratapi suasana patuh hati.
"Pada akhirnya, cara menyikapi loro ati dengan elegan adalah dengan cara nyanyi dan dijogeti," ungkpanya dalam akun Instagram yang dikutip dari KOMPAS.com.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.