Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Leila S Chudori
Penulis & Wartawan

Penulis, Wartawan, Host Podcast "Coming Home with Leila Chudori"

Kecamuk Darah: Mengulik Kasus Berusia 40 Tahun

Kompas.com - 17/11/2021, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Mereka ksatria gagah, tampan, dan rupawan. Namun, di mata Britomart kesemuanya sekadar bayang-bayang."

Edmund Spenser - "The Faerie Queene"

DALAM novel terbaru Robert Galbraith (nama pena JK Rowling) untuk serial Detektif Cormoran Strike, kita akan disajikan dua larik kutipan puisi Edmund Spenser yang menjadi bagian dari sebuah karya akbar panjang yang terbit tahun 1590 berjudul The Faerie Queene.

Puisi panjang ini dikutip pada setiap awal bab novel terbaru Robert Galbraith yang panjangnya 973 halaman itu dan diterjemahkan dengan baik oleh Siska Yuanita.

Puisi Spenser, yang dianggap sebagai salah satu puisi Inggris terpanjang di dunia yang terdiri dari 4.000 stanza, berbicara tentang kegelapan dan kematian meski disampaikan melalui kisah para ksatria.

Adapun Robert Galbraith di dalam novel (dalam bahasa Inggris sepanjang 933 halaman) berkisah tentang duo detektif Cormoran Strike dan Robin Ellacot yang menggali sebuah kasus berusia tentang menghilangnya seorang ibu bernama Margot Bamborough taun 1973 silam.

Novel ini bukan saja menceritakan kasus yang paling pelik yang pernah digarap Strike dan Robin--karena sungguh sulit mencari pembuktian kasus berusia 40 tahun, melainkan juga karena kasus ini melibatkan kekejian seorang pembunuh berantai.

Kekejian dan kekelaman yang tergambar cukup brutal dan panjang inilah yang tampaknya mendorong penulisnya menggunakan petikan puisi Edmund Spenser.

Siska Yuanita yang menerjemahkan novel ini menjadi "Kecamuk Darah" yang bukan merupakan terjemahan harafiah, melainkan sebuah terjemahan yang diambil dari esensi jiwa novel tersebut.

Dalam program podcast "Coming Home with Leila Chudori" edisi penutup Season 7 ini, Siska mengatakan, dia memperhatikan bagaimana darah menjadi satu topik penting baik di dalam plot, maupun para tokohnya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+