JAKARTA, KOMPAS.com - Alat pemutar musik mengalami perkembangan dari masa ke masa.
Sebelum ada aplikasi pemutar musik seperti Spotify atau Apple Music, ada beragam perangkat pemutar musik.
Perkembangan alat pemutar musik tak bisa lepas dari Thomas Alva Edison.
Thomas adalah orang yang berhasil mengembangkan fonograf sebagai alat untuk merekam dan mendengarkan suara dari hasil rekaman pada 21 November 1877.
Fonograf ditemukan Thomas Alva Edison pada 1877 dan dijual secara komersial antara tahun 1890-1925.
Alat ini terdiri dari silinder besi yang dibungkus foil aluminium yang terhubung dalam diafragma.
Pada model tertuanya terpasang pita suara di lapisan film metal yang tipis.
Versi berikutnya menggunakan pita suara dari bahan lilin dan seluloid.
Gelombang suara kemudian dipancarkan melalui membran ke baut logam yang bergetar cepat.
Baut tersebut menggoresi pita silinder yang berputar.
Setelah era fonograf, perangkat pemutar musik kemudian berkembang menjadi gramofon.
Alat ini dikembangkan oleh Emile Berliner yang mulai menggunakan piringan sebagai media rekaman.
Piringan berisi lagu yang berputar ketika dimainkan dalam framofon.
Berliner berhasil mengembangkan alat ini pada 1887.
Teknologi penggunaan piringan masih digunakan sampai saat ini.
Piringan hitam dianggap mampu mengeluarkan hasil rekaman dengan kualitas terbaik.
Setelah era fonograf dan gramofon, perkembangan musik mengarah pada radio.
Musik bisa didengarkan lewat stasiun-stasiun radio yang memutarkannya.
Pada era 1900-an, radio sebenarnya sudah digunakan untuk siaran. Namun informasi yang dibagikan hanya berupa soal peperangan.
Setelah Perang Dunia I selesai, radio mulai memiliki peran yang lebih luas sebagai alat pemutar musik.
Radio dianggap sebagai teknologi mutakhir karena bisa dibawa ke mana-mana.
Alat pemutar musik kembali mengalami pergeseran ke era pita kaset.
Setelah kemunculan transistor radio, perusahaan asal Belanda yang bernama Philips menemukan pita kaset pada 1963.
Kehadiran pita kaset tak sepenuhnya mengganti peran radio dan piringan hitam.
Pita kaset hanya menjadi alternatif pilihan bagi orang-orang untuk mendengarkan musik.
Walkman merupakan perkembangan selanjutnya dari alat pemutar musik setelah era pita kaset.
Alat ini diluncurkan dan dipopulerkan oleh Sony, perusahaan teknologi asal Jepang.
Dengan Walkman, kaset bisa didengarkan di sebuah perangkat portabel.
Orang-orang pun bisa mendengarkan musik melalui headphone sehingga suaranya tak mengganggu orang lain.
Era pita kaset mulai berakhir setelah munculnya CD Player atau alat cakram.
Fungsinya sama seperti pita kaset, namun perangkat audio yang digunakan berbeda dan tak lagi memutarkan suara dari pita.
Sony pun kemudian memperbarui generasi Walkman mereka agar bisa memutar musik melalui CD player.
Format musik yang tadinya tersimpan dalam piringan hitam, pita kaset, cakram, kini mulai diubah menjadi data berupa mp3 atau wav.
Para pengguna sudah tak perlu repot-repot lagi membawa kaset atau CD untuk mendengarkan musik.
Alat pemutar mp3 pertama hadir di tahun 1998 dengan nama MP-Man yang dihadirkan oleh perusahaan asal Korea Selatan.
Namun pada 2001, popularitas mp3 player dan Walkman dihancurkan oleh iPod dari Apple.
Apple sengaja mendesain alat pemutar musiknya menjadi lebih futuristik dan keren.
Setelah kehadiran iPod, para pengembang alat pemutar musik mulai melirik smartphone untuk menjadi tujuan selanjutnya.
Dengan smartphone, alat pemutar musik hanya perlu diubah menjadi sebuah aplikasi agar bisa lebih mudah dinikmati.
Berbagai aplikasi streaming musik akhirnya muncul dan berjamur di Google Play Store atau Apple Store.
Di antara sekian banyak aplikasi musik, Spotify dan Apple Music merupakan dua nama terbesar yang mendominasi pasar saat ini.
Selain itu, ada pula Joox dan Resso.