Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suara Perempuan Melalui Film

Kompas.com - 20/04/2009, 04:20 WIB

Film sebagai budaya pop jangkauannya melintasi batas usia, etnis, jender, dan negara. Karena itu, tidak berlebihan bila lahir upaya memperkenalkan film untuk perempuan yang memberikan ruang perempuan dalam industri film sekaligus membuka mata penonton tentang isu-isu jender. Ninuk Mardiana Pambudy

Betapa penting memproduksi film dengan perspektif jender dapat diperbandingkan melalui film Berbagi Suami (Nia Dinata) yang bertutur tentang poligami yang dialami beberapa perempuan.

Film ini menelisik pengalaman batin perempuan, kerumitan persoalan yang lahir akibat poligami, entah dia setuju, menolak, atau menerima poligami dengan alasan apa pun. Pilihan ini jarang diambil para sutradara yang lebih memilih menonjolkan tokoh protagonis laki-laki dan melupakan syarat adil untuk bolehnya poligami adalah dari sisi perempuan yang dipoligami.

Bila pada awal feminisme para feminis menyoroti ”citra perempuan dalam film”, setelah tahun 1970-an fokus perhatian adalah membuat ”citra untuk perempuan”. Pada yang pertama, sifatnya pasif karena memberikan perhatian pada film yang sudah diciptakan. Sedangkan pada yang kedua, aktif ikut memproduksi film yang menghasilkan citra positif perempuan.

Keinginan mendorong perempuan dalam industri film memproduksi film berperspektif jender dengan memberikan ruang memperlihatkan hasil karya mereka itu mendorong Kartini Asia Network, Kalyana Shira Foundation, Komunitas Salihara, dan Jurnal Perempuan mengadakan pekan film perempuan internasional pertama di Indonesia, V Film Festival, di Komunitas Salihara, Jakarta, 21-26 April. Pekan film ini menyambut Hari Kartini 21 April dan Hari Perempuan Internasional 8 Maret lalu.

Seperti dikatakan Nia Dinata dari Kalyana Shira Foundation, pekan film ini juga ingin mengajak penonton mengenal perspektif perempuan dalam film.

Keinginan tersebut muncul karena industri film umumnya didominasi ideologi patriarkhi yang menjadikan nilai-nilai laki-laki sebagai norma. Karena itu, perempuan hanya menjadi pelengkap atau bahkan tidak terlihat sama sekali. Pencitraan tersebut dipandang merugikan perempuan.

Perempuan protagonis

Pertanyaannya kemudian, apa yang disebut film perempuan? Kenyataannya, film perempuan tidak tunggal, melainkan meliputi berbagai genre.

Meski demikian, terdapat beberapa karakteristik kunci yang dapat membantu mengenali film perempuan. Salah satunya dikutip Joanne Hollows (Feminism, Femininity and Popular Culture, 2000) dari kategori yang dibuat Maria LaPlace.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com