Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suara Perempuan Melalui Film

Kompas.com - 20/04/2009, 04:20 WIB

LaPlace menyebutkan, ”film perempuan dibedakan berdasarkan protagonis perempuannya, sudut pandang perempuan, dan naratifnya yang umumnya berputar sekitar pengalaman perempuan: keluarga, ruang domestik, romantisme—arena di mana cinta, emosi, dan pengalaman mendapatkan tempat lebih dari aksi dan peristiwa. Satu aspek yang paling penting adalah menempatkan dalam posisi tertinggi keserasiannya dengan relasi antara perempuan”. Dalam perkembangannya, kritik feminis terhadap film tidak lagi hanya melihat ”citra perempuan” dalam film, tetapi juga ”perempuan sebagai citra”. Pendekatan yang dipakai adalah strukturalisme, semiotika, dan psikoanalisis.

Dengan alat analisis tersebut, film sebagai bentuk dan bahasa bukan hanya memproduksi ideologi patriarkhi, tetapi juga mereproduksi penontonnya sebagai obyek ideologi patriarkhi. Karena itu, pendekatan ini melihat mengubah konten film tidak serta-merta menggugat praktik yang patriarkhis itu karena menggunakan kode ”realis” dan konvensi yang sama seperti film arus utama. Persoalannya, apa yang disebut realis, bila yang nyata itu didefinisikan menurut norma patriarkhi.

Pendekatan ini membawa pada analisis film arus utama memproduksi nilai patriarkhi bukan dengan cara mendistorsi citra perempuan, tetapi menggiring pemahaman penonton tentang perempuan. Karena itu, di dalamnya laki-laki menjadi norma dan perempuan menjadi liyan.

Memaknai tanda

Dengan pendekatan film adalah sekumpulan tanda, akan menjadi lebih produktif mengajak penonton memahami apa makna tanda dalam film.

Dalam kenyataannya, penonton bukanlah kelompok pasif. Kritikus film Amerika, B Ruby Rich (dalam Sue Thornham, ”Feminism and Film”, 1999) berpendapat, penonton sesungguhnya aktif terlibat dalam memaknai ideologi yang ditawarkan film, memberi makna, dan bahkan kadang bertentangan dengan tujuan film itu sendiri.

Selain itu, perempuan sebagai penonton juga tidak tunggal. Identitas sebagai perempuan dipengaruhi ras, kelas sosial-ekonomi, tempat tinggal, dan bahasa, bukan hanya oleh perbedaan jenis kelamin.

Keadaan juga tidak mudah ketika feminis memakai pendekatan berbeda dalam memproduksi film. Di satu sisi, memilih memproduksi film dengan menggunakan penandaan berbeda dari film arus utama. Di sisi lain, seperti disebut Thornham, memilih membuat film memakai konvensi film arus utama, tetapi menggarap isu pokok feminisme, yaitu hubungan perempuan dengan bahasa, relasi antara ruang publik dan privat, perbedaan seksual dan hubungannya dengan berbagai bentuk perbedaan lain, batas dan kemungkinan pencapaian gairah seksual, dan hubungan antara perempuan, terutama antara ibu dan anak.

V Film Festival yang dikuratori Vivian Idris memberikan pilihan topik luas melalui film karya sutradara dari Perancis, Jerman, Georgia, Lituania, Swiss, dan Indonesia.

Topik yang disajikan beragam, dari persoalan remaja perempuan yang mencari tahu tentang tubuh, cinta, dan seksualitas seperti dalam film pembuka Water Lilies (Celine Sciamma, Perancis), perempuan dewasa yang semasa kecil kerap dilecehkan ibunya dan kemudian mencoba menemukan dirinya dalam Mereka Bilang Saya Monyet! (Djenar Maesa Ayu, Indonesia), hingga beberapa dokumenter, termasuk tentang perempuan buruh yang harus menopang keluarga yang terdiri dari anak dan suaminya, ibunya, kakak, serta keponakan (Girli, Rosana Yuditia Ripi, Indonesia), serta dua antologi dari film dokumenter Pertaruhan, yaitu ”Mengusahakan Cinta” (Ani Ema Susanti) dan ”Ragat’e Anak” (Ucu Agustin).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com