JAKARTA, KOMPAS.com – Bila tertarik untuk melihat arsip-arsip film yang dibuat di Indonesia pada zaman revolusi, Anda bisa datang ke Pameran Kultursinema.
Pameran ini merupakan salah satu program yang diusung dalam acara ARKIPEL "Penal Colony", International Documentary & Experimental Film Festival 2017.
Pameran ini dikuratori oleh Mahardika Yudha dan akan diselenggarakan di Gudang Sarinah Ekosistem, Pancoran, Jakarta Selatan, pada 19-25 Agustus 2017, mulai pukul 13.00 WIB. Pameran ini mengambil tema Takdir Huyung atau Fate of Huyung: Why Has He Left For the South?
Mungkin, orang awam tak banyak mengenal siapa itu dr. Huyung. Sebenarnya, namanya cukup tenar di dunia perfilman Indonesia. Saat datang ke Indonesia, ia memakai nama Hinatsu Heitaro.
“Huyung itu seorang pembuat film. Dr Huyung itu nama Indonesia dia. Dia adalah tentara Korea, tetapi menjadi tentara Jepang. Pada masa Jepang itu, dia cuma megang kamera dan dia dokter. Tetapi ketika kemerdekaan, dia memutuskan untuk berpihak ke Indonesia. Jadi warga negara (kewarganegaraan Korea) itu hilang, dia menjadi warga negara Indonesia,” terang Hafiz Ranjacale selaku Direktur Artistik ARKIPEL di KeKini, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (16/8/2017).
“Salah satu orang yang mengembangkan PFN (Produksi Film Negara) tahun 1950-an, menjadi sangat terkenal, itu dia. PFN itu perusahaan film besar di Asia Tenggara,” sambung Hafiz.
Dalam Pameran Kultursinema, film karya dr Huyung pun akan ditampilkan. Menurut Hafiz, karyanya penting untuk ditampilkan dan dinikmati para pegiat sinema Indonesia.
“Karena sejarah film Indonesia, kalau enggak ada dia, bolong. Film indonesia sejarahnya itu kan dimulai dengan nasionalisme yang dibawa oleh Umar Ismail dan kawan-kawan. Dr Huyung seperti dihilangkan dalam sejarah, padahal salah satu yang membangun sinema Indonesia itu dia,” jelas Hafiz.
[Baca juga: Festival Film ARKIPEL Ungkap Fenomena di Indonesia]
Lebih jauh, Hafiz menjelaskan bahwa karya yang dibuat dr Huyung mengangkat sisi nasionalisme karena filmnya dibuat negara. Ia pernah membuat beberapa jenis film, salah satunya dokumenter.
“Namun memang, filmnya enggak utuh lagi. Memang sayang, pengarsipan kita memang jelek. Tapi ada potongan-potongan (film) yang hampir utuh, nanti bisa dilihat (di Pameran Kultursinema),” ujar Hafiz.
“Kami cari (karya dr Huyung) dari museum di Jepang. Terus kebetulan di sini ada. Kami cari di arsip nasional,” tambahnya.
Hafiz menjelaskan pula bahwa Pameran Kultursinema ini rupanya tak melulu membahas soal Huyung.
Pameran ini lebih menitikberatkan pada perkembangan awal dibentuknya sinema Indonesia setelah Indonesia menjadi republik.
Adapula karya lain yang akan ditampilkan dalam pameran ini, yakni karya Joris Ivens. Dapat diketahui bahwa Joris pernah membuat sebuah film dokumenter berjudul Indonesia Calling yang ia buat pada 1947.
“Joris ini sutradara dari Belanda yang kewarganegaraan dia akhirnya dicabut karena ngomongin kemerdekaan Indonesia. Karya itu juga kami tampilkan,” pungkas Hafiz.
[Baca juga: Dua Film Indonesia Ini Lolos Kompetisi Film Internasional ARKIPEL 2017]
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.