Ketika kabar duka tentang meninggalnya Sys NS tersebar di grup What's up pada 23 Januari 2018, saya sedang berada di Bandara Hasanuddin, Makassar, dalam perjalanan menuju Mamuju, Sulawesi Barat. Perasaan sedih bercampur dengan rasa sangsi. Maka saya pun bertanya kepada beberapa kawan untuk memastikan berita duka itu.
Tapi takdir kematian memang telah tersurat atas Raden Mas Haryo Heroe Syswanto Ns. Soerio Soebagio yang lahir di Semarang, Jawa Tengah, 18 Juli 1956 dan meninggal di Jakarta pada 23 Januari 2018 pada umur 61 tahun lebih enam bulan, atau lebih dikenal dengan nama Sys NS, salah satu aktor dan sutradara Indonesia dan juga salah satu pendiri Partai Demokrat, pernah mendirikan Partai Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan belakangan giat menghimpun relawan Gerakan Wadyabala Jokowi (GWJ).
Cukup lama saya tak bertatap muka dengan Sys NS. Terakhir kami bertemu di kediaman pengacara Henry Yoso di pertengahan 2017 untuk sebuah acara. Perkawanan saya dan Sys sebetulnya tak kental-kental amat. Hanya saja, kami selalu antusias memperbincangkan perjalanan bangsa ini. Makanya, Sys gembira saat tahu saya menjadi Ketua Umum Ikatan Wartawan Online. Dia bilang, "lo sekarang punya bekal tambahan untuk membuat bangsa ini menjadi lebih baik," kata Sys kepada saya saat di rumah Henry Yoso. Kala itu Sys datang bersama aktor Ray Sahetapy.
Selebihnya kami bercakap melalui WA. Termasuk saat dirinya memesan sebuah novel karya saya "Paijo dan Paijah" dengan sebuah pesan, "jangan lupa kasih tandatangan sebelum novel lo kirim."
Begitulah, usia tiada yang bisa menduga. Siapa sangka, Sys yang enerjik, Sys yang nampak sehat-sehat saja, harus pergi selekas itu. Saya, dan tentu kawan-kawan dekatnya, terutama isteri dan anak-anaknya tentu sangat kehilangan. Bagi saya pribadi, mengenal Sys adalah mengenal pribadi yang "asyik" dalam pengertian luas. Asyik karena dia mampu menjaga kemudaan jiwa dan raganya dengan pikiran dan kegiatan yang selalu "mengejutkan". Hidup bagi Sys adalah arena permainan, dan Sys adalah kanak-kanak yang tak pernah lelah bermain dan kehilangan ide untuk menciptakan permainan.
Sepeninggal Sys, saya sempat bilang ke seorang kawan, "Sys itu asyik hidupnya, matinya juga asyik." Sys pergi saat dia sedang menyelesaikan tahap akhir rekaman hymne GWJ dan bersiap ke studio musik untuk bertemu dengan musisi Ian Antono; sebuah kepergian saat melakukan perjuangan, indah bukan? Lebih dari itu, juga tak bertele-tele. Hanya diawali sakit perut, keringgat dingin, lalu pergi. Begitu saja, sehingga tak merepotkan yang hidup.
Selanjutnya, di dalam pesawat kecil antara Makassar-Mamuju, saya hanya bisa berdoa seraya mengenangkan kebaikan Sys. Semoga Sys beroleh sorga yang asyik, dengan taman yang indah dan dikelilingi oleh amal ibadahnya selama hidup di dunia. Kepada keluarga yang ditinggalkan juga beroleh kekuatan.
Beberapa minggu setelah kepergian Sys NS, HP saya bergetar, tanda ada seseorang mengontak saya. Saat HP saya buka, hati saya berdegup kencang. Sebab di layar HP terbaca nama Sys NS. Sambil penasaran, saya langsung bertanya, "Ini bukan Mas Sys kan?"
"Bukan, saya Acan, Acan Rahman, yang kebetulan memakai nomornya Mas Sys."
Acan Rahman, nama ini pernah beken di akhir 80an hingga awal 90an, sebagai penata tari yang meramaikan acara-acara musik di TVRI, terutama acara Aneka Ria Safari pimpinan alm) Edy Sud). Acan pun bercerita, bahwa nama saya tercantum di buku catatan Sys NS. Makanya, dirinya yang diminta oleh isteri alm Sys, Shanty Widhiyanti, langsung mengontak kawan-kawan yang namanya ada dalam catatan Sys.
Ah ya, saat Acan menyebut nama Nyonya Sys, ingatan saya langsung melayang kepada tokoh-tokoh perempuan yang ditinggalkan oleh sosok-sosok kuat yang bukan saja mewariskan materi, tapi juga mewariskan tanggungjawab sosial yang berat bagi penerusnya. Saya ingat Corazon Aquino. Benazir Butto, Megawati Sukarnoputri, dan entah siapa lagi yang "dipaksa" oleh keadaaan untuk mengemban tanggungjawab pewarisnya.
Memang, di antara para tokoh hebat itu tidak bisa dibandingkan dan disepadankan. Tapi mereka semua, termasuk Sys NS adalah pribadi-pribadi yang kuat. Pribadi yang telah mampu memimpin zamannya dengan cara mereka masing-masing. Sys, sejak berpisah dari orang tuanya, dia pun sekolah sambil mencari uang sendiri sebagai disc jockey. Ketika masih mahasiswa, dia pernah ingin meraih tiga hal sekaligus; kuliah di IKJ, bergaul dengan sesama artis dan mahasiswa, dan mencari uang sebagai disc jockey. Sys kemudian memilih meninggalkan bangku kuliah. Ketika menggeluti disc jockey, Sys pernah memperoleh penghargaan sebagai The Best of Disc Jockey of Indonesia pada tahun 1975.
Setelah tidak kuliah lagi, hampir semua profesi pernah dia lakukan khususnya yang berhubungan dengan dunia seni hiburan. Jadi penulis skenario, sutradara, pemain film bahkan humor seperti ‘Sersan Prambors’ dia pernah ikuti. Di Sersan Prambors, Sys bergabung bersama Muklis Gumilang, Pepeng, Krisna Purwana, dan Nana Krip.
Organisasi
Berbagai keberhasilan Sys di lingkungan pekerjaan diikuti juga dengan keberhasilannya di bidang organisasi. Hingga tahun 1976 Sys dipercaya menjadi Ketua Kasta (Kekerabatan Antar Siswa se Jakarta) Prambors, kemudian menjadi Ketua Laboratorium Seni Prambors. Dia pernah menjadi Ketua Gabungan Artis Nusantara, pernah Ketua Umum PB PARFI periode 1998 - 2002, dan lain sebagainya.
Sys menikah dengan Shanty Widhiyanti, SE, puteri dari Drs. Syaiful Hamid. Walaupun usia keduanya terpaut jauh yakni sekitar 13,5 tahun namun itu bukan jadi penghalang cinta mereka. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai 3 orang anak, Syanindita Trasysty, Sabdayagra Ahessa, dan Sadhenna Sayanda.