Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semalam, Tiga Orang Dieksekusi Mati

Kompas.com - 19/07/2008, 05:43 WIB

Dalam semalam, pemerintah telah mengekskusi tiga orang terpidana mati. Mula-mula Dukun Usep yang divonis mati Pengadilan Negeri Rangkasbitung tanggal 10 Maret 2008 karena terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap delapan orang yang ingin menggandakan uang melalui "Bank Gaib". Usep yang bernama lengkap Tubagus Yusuf Maulana dieksekusi mati di sebuah hutan di daerah Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, Jumat 22.30 WIB.

Berikutnya ibu dan anaknya, dua terpidana mati Sumiasih dan Sugeng yang divonis mati pada tahun 1988 dalam sebuah kasus pembunuhan di Jawa Timur diekskusi mati sekitar pukul 00.20 WIB.

Entah apa alasan pemerintah mengekskusi mati secara "borongan", sehingga tiga nyawa pegat dalam semalam. Adakah ini semacam peringatan bagi para "penunggu" vonis mati lainnya yang jumlahnya puluhan orang di seluruh penjara republik ini? Bahwa kematian bisa kapan saja menjemput mereka, secara sendiri-sendiri atau secara "berombongan".

Ah..., tapi saya tak akan mempersoalkan keputusan pemerintah yang telah mengekskusi tiga orang itu secara "berombongan". Maklumlah, saya tak cukup pintar untuk mereka-reka di balik tabir alasan yang diambil oleh presiden sehingga ia tak meluluskan grasi yang diminta para terpidana mati itu.

Entahlah, tiap kali mendengar kematian menjemput siapa saja, otak saya senantiasa memikirkan sebuah negeri asing yang sunyi bernama kuburan. Sebuah ketiadaan yang penuh teka-teki, tapi pada suatu kali pasti akan saya temui.

Kematian..., kematian, kendati semua agama memberikan gambaran tentang kematian, ia tetaplah tabir gelap, sebab yang pergi ke "sana" belum pernah kembali untuk bercerita.

Teolog  kelahiran Renfrew, Scotland, Macquarrie  mengatakan, kematian adalah sebuah problem religius yang menyentuh nadir dan mencuatkan refleksi teologis tentang kebermaknaan hidup. Dalam bahasa Thomas Koten, seorang sarjana filsafat dan teologi, dari refleksi filosofis, “sosok kematian” telah merembes ke rana pemikiran dan refleksi tentang teologi, yakni teologi kematian.

Sementara trio teolog yang memuja aliran Teologi Proses (proces theology) David R Griffin, John Cobb, dan Norman Pittenger, menegaskan, kematian merupakan suatu proses manusia dalam eskatologisnya—menuju suatu yang eskaton—di alam kehidupan yang lain, tanpa akhir, yang keberadaannya hanya bisa diteropong lewat kaca mata iman.

Jika mau diringkas,  hampir semua aliran teologi menengarai kematian sebagai proses sejarah kehidupan manusia yang menuruti kendali dan dorongan Kuasa Ilahi menuju ke persinggahan terakhir atawa eskaton.

Saya sepaham dengan esais Prancis yang hidup pada abad XVI Michel Eyquem de Montaigne. Katanya, "Kematian adalah satu kondisi yang kita rancang; kematian adalah bagian dari kita. Tugas terus menerus dari hidup kita adalah membangun kematian kita". Montaigne meminta agar setiap orang sebaiknya selalu siap untuk meninggal. Ivan Illich menambahkan masing-masing karakter menari dengan kematiannya sendiri selama hidupnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com