Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pocong Juga Belum Berlalu

Kompas.com - 30/03/2014, 10:04 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -- Di tengah kepungan film Hollywood, film hantu-hantuan Indonesia masih mendapat tempat. Sayangnya, sebagian film itu digarap dengan cara asal-asalan.

Sepekan terakhir, setidaknya ada tiga film horor lokal yang diputar di bioskop, yakni Oo Nina Bobo produksi Rapi Films, Pocong Pasti Berlalu (Mitra Pictures dan BIC Pictures), dan 4 Tahun Tinggal di Rumah Hantu (Studio Sembilan Productions).

Oo Nina Bobo bercerita tentang seorang anak yang mengalami trauma berat lantaran keluarganya dibantai hantu. Pocong Pasti Berlalu bercerita tentang pocong yang mengganggu penghuni kos-kosan, sedangkan 4 Tahun Tinggal di Rumah Hantu berkisah tentang keluarga kecil yang tinggal di rumah berhantu.

Ketiga film itu sejak menit-menit pertama sudah mengobral sosok hantu seolah ingin menegaskan, "Ini memang film hantu!". Hantu-hantu itu muncul dalam aneka bentuk. Oo Nina Bobo menampilkan hantu berbentuk bayangan hitam yang mudah pudar dan kuntilanak cilik. Pocong Pasti Berlalu menampilkan pocong berwajah ganteng.

Dalam 4 Tahun Tinggal di Rumah Hantu malah ada parade hantu. Tersebutlah pocong, kuntilanak, jin, mayat hidup, hingga genderuwo, kucing jadi-jadian, tukang ojek jadi-jadian, hingga dokter jadi-jadian. Semua hantu ditampilkan dalam keadaan menjijikkan. Wajah pocong, misalnya, rusak parah, penuh tetesan darah, dan hanya menyisakan satu gigi yang memenuhi separuh muka.

Alih-alih menakutkan, rombongan hantu yang ditampilkan justru menggelikan. Pocong ganteng dalam Pocong Pasti Berlalu, misalnya, senang betul kejar-kejaran dengan manusia. Ketika ia dikejar, pocong itu menyingkapkan kain kafan yang menutupi kakinya, dan lari tunggang langgang. Bukannya takut, penonton malah tertawa. Kalau pun, penonton berteriak tertahan, itu bukan karena takut melainkan kaget.

Pembuat film-film hantu Indonesia umumnya memang tidak menciptakan efek takut melainkan efek kaget. Perhatikan saja, kemunculan hantu secara tiba-tiba selalu dibarengi dengan bunyi geledek, benda berbenturan keras, atau suara gedombrang lainnya. Sampai-sampai seorang penonton yang latah ketika menonton film hantu di bioskop Bintaro Plaza berkali-kali berteriak, "Eh copot...copot. Setannya dateng, eh setannya dateng!".

Murah dan seadanya
Seperti kebanyakan film hantu-hantuan lokal, ketiga film hantu tersebut terkesan dibuat dengan dana terbatas. Lokasi syuting ketiga film itu hanya berkutat di satu tempat yakni sebuah rumah. Pemerannya sebagian adalah pemain film yang namanya relatif belum dikenal.

Film terlihat dibuat seadanya dan terkesan tergesa-gesa. Film 4 Tahun Tinggal di Rumah Hantu, misalnya, berusaha menghadirkan efek dramatis berupa lantai kuburan yang tiba-tiba retak. Misalnya saja, mereka menyusun pecahan-pecahan keramik di atas lantai yang utuh untuk menciptakan efek retakan.

Selain itu, efek petir dan awan yang diikuti guyuran hujan di film itu kentara diunduh dari internet dengan alamat blog yang masih tertera di layar. Gambar guguran daun bambu di pojok rumah juga tidak menghasilkan efek dramatis karena bayangan kru yang menaburkan daun tertangkap lensa kamera. Pekerja film biasanya menyebut kejadian seperti itu sebagai adegan "bocor" yang sebenarnya harus diedit.

Bangun cerita film hantu-hantuan tersebut bisa dibilang jauh dari utuh. Potongan adegan dalam Pocong Pasti Berlalu, misalnya, masing-masing berdiri sendiri dan tidak berhubungan. Untuk mengisi kekosongan cerita, pembuat film menampilkan rombongan pelawak yang "dipaksa" melucu. Ada juga sosok perempuan yang seksinya konsisten mulai bangun tidur, kuliah, dan mau tidur lagi. Karakter dan asal-usul mereka–termasuk hantunya–bisa dikatakan gelap dan seolah hadir begitu saja di planet Bumi tanpa logika yang jelas.

Ide cerita Oo Nina Bobo sebenarnya cukup menarik yakni seorang psikiater yang berusaha meredakan trauma bocah yang keluarganya dibantai hantu. Hantu itu menjadi jahat jika mendengar lagu "Nina Bobo". Sayangnya cerita menarik ini tidak didalami. Setiap kali menghipnotis anak itu, sang psikiater hanya mengajukan dua pertanyaan, "Apa yang kamu takutkan?" dan "Kenapa sih kamu takut rumah ini?". Tidak ada pertanyaan lain yang sifatnya menggali bawah sadar seseorang seperti yang biasa dilakukan psikiater. Ketika anak itu justru ngamuk, sang psikiater akhirnya stres sendiri.

Pertanyaan tentang mengapa hantu menjadi liar setelah mendengar lagu "Nina Bobo" hanya dijawab lewat penjelasan singkat secara verbal. Banyak persoalan dalam film hantu-hantuan kita diselesaikan secara instan. Untuk menghindari hantu jahat, tokoh-tokoh manusia dalam Oo Nina Bobo cukup menutup hidung dan tahan napas, dan wes ewes ewes, bablas hantu-ne! Bagaimana cara mengusir pocong ganteng di Pocong Pasti Berlalu? Tembak saja si pocong dengan senapan.

Publisis untuk Rapi Film, Ismawati, menjelaskan, film hantu-hantuan masih memiliki pasar yang cukup bagus. Film yang menampilkan aneka pocong dan ceritanya dibalut humor, biasanya laku di pinggiran Jakarta dengan penonton rata-rata usia remaja.

"Kalau film Oo Nina Bobo kami siapkan untuk penonton di semua usia mulai kelas bawah, menengah, sampai atas. Sejauh ini, penonton film ini mulai rombongan anak SD, remaja, sampai keluarga," ujar Ismawati.

Karena alasan pasarnya masih ada itulah film hantu-hantuan akan terus diproduksi. Itu artinya, pocong-pocong belum akan berlalu dari layar bioskop kita. (Budi Suwarna, Mawar Kusuma)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau