Ayu mengatakan, selain demi memenuhi kewajiban adat, upacara mandi air perasan jeruk lemon itu juga sekaligus untuk melunasi utang janji kepada mendiang ibunya.
"Almarhum Mama pernah pengin bikin mandi lemon buat Aqilah pas di Singapura, waktu beliau sakit. Tapi, enggak bisa. Alhamdulilalh baru bisa sekarang," ucap Ayu di sela acara adat tersebut di kediaman keluarganya di Tebet, Jakarta Selatan.
"Sebenarnya kami kayak ada utang sama Mama. Makanya, waktu persiapan semalam, sedih. Karena, beliau kalau ada acara adat begini, paling nomor satu. Paling rapi bikin acara," kisahnya.
Warna yang dipilih untuk dekorasi hingga busana dalam acara itu adalah kuning. Itu juga untuk menghormati mendiang ibunya.
"Kenapa kuning, karena kami masih berkabung. Almarhumah belum setahun berpulang. Turut berempati lah," tuturnya.
Ia menjelaskan pula, mandi lemon umumnya dilakukan terhadap anak perempuan berdarah Gorontalo yang menginjak usia dua tahun.
Awalnya, Aqilah didoakan sambil ditutupi kain putih sebagai simbol seolah-olah dikhitan. Barulah kemudian ia dimandikan dengan air perasan jeruk lemon yang dituang dari tujuh batang bambu.
"Tujuh bambu itu lambang menghilangkan tujuh sifat jelek dari anak. Kami mencoba melestarikan adat yang penting ini, karena penuh doa dan pesan moril. Sekarang kan anak-anak kebule-bulean ya," katanya.
Mengapa lemon? Lemon melambangkan kesegaran, tujuannya membersihkan sifat-sifat tak baik, agar ketika beranjak dewasa anak yang bersangkutan bisa mengendalikan hawa napsunya serta menghindari hal-hal yang bertentangan dengan agama dan adat.
"Kayak napsu belanja atau bolos sekolah. Tadi, Aqilah malah minta enggak mau lemon, maunya apel. Ini sekali seumur hidup," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.