Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Livi Zheng Pulang Kampung untuk Bikin Sejumlah Film

Livi, yang terkenal karena film perdananya, Brush with Danger, antara lain tengah menyiapkan sebuah film yang bertujuan meningkatkan potensi kota kelahirannya, Blitar, Jawa Timur.

Belum lama ini Livi Zheng berada di Blitar untuk menerima dua penghargaan dari Bupati Blitar, drs H Rijanto, M. M.

Dua penghargaan itu adalah Brand Ambassador, sebagai warga Blitar yang berkarier di Hollywood, dan Aryo Blitar Award sebagai sosok paling inspiratif.

"Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk menerima penghargaan ini. Saya besar di Blitar dan keluarga saya berasal dari Blitar. Blitar memiliki tempat yang sangat spesial di hati saya. Saya selalu rindu orang-orang dari Blitar dan juga makanannya," tutur Livi ketika dihubungi oleh VOA beberapa waktu lalu.

Livi juga bekerja sama dengan bupati tersebut untuk membuat film yang berkaitan dengan kota tersebut.

"Saya langsung setuju. Blitar menjadi tidak terpisahkan dari sejarah penting lahirnya Indonesia. Bukti peninggalan sejarah telah diketahui, Blitar menjadi tempat persemayaman Raja Anusapati dan Raja Raden Wijaya. Di samping itu, Bapak Proklamator sekaligus Presiden Pertama Indonesia, Soekarno, dimakamkan di sana. Mantan Wapres, Prof Dr H Boediono, M. Ec, juga berasal dari Blitar," kata Livi.

Bagi Livi Zheng, shooting film di Indonesia merupakan sebuah mimpi yang menjadi kenyataan.

Sejak terjun ke industri film, Livi memasukkan unsur-unsur Indonesia ke dalam filmnya.

Contohnya, permainan gamelan yang terdengar dalam adegan pembuka film Brush with Danger, yang masuk dalam daftar film Hollywood yang berpotensi mendapat nominasi Academy Awards atau Piala Oscar 2015.

Contoh lainnya, pencak silat yang dipertunjukkan dalam film Insight, yang dirilis tahun ini.

Tidak hanya itu, kerap kali ia juga mengenalkan budaya Indonesia, tidak terkecuali kulinernya, kepada para krunya yang merupakan warga AS.

Berbicara mengenai tantangan shooting di Indonesia, Livi Zheng mengatakan bahwa mencari peralatan film di Los Angeles, California, AS, lebih mudah dibandingkan dengan di Indonesia.

"Agak sulit untuk menemukan (peralatan film), terutama jika bukan di Jakarta," paparnya.

Saat ini Livi Zheng sedang menggarap dua film di Sukabumi. Salah satunya berjudul Second Chance.

Dalam film itu ia menampilkan adegan menantang yang penuh dengan trik yang dilakukan oleh empat pengendara sepeda motor asal Indonesia.

Film lain yang juga tengah digarapnya adalah Life is Full of Surprises, yang menampilkan ilmu cambik api, sepak bola api, dan pencak silat.

"Kami sedang (membuat) koreografi. So, I think it will be cool. Kami akan shooting pada malam hari," ujar Livi, yang memulai kariernya sebagai pemeran pengganti ketika ia berusia 15 tahun.

Itu bukan kali pertama lulusan S2 dari University of Southern California jurusan film ini mengangkat budaya Indonesia lewat film.

Beberapa waktu lalu ia menggarap film yang berjudul Bali: Beats of Paradise, yang mengangkat budaya Bali beserta masyarakatnya melalui kisah kehidupan pasangan I Nyoman Wenten dan Nanik Wenten.

I Nyoman Wenten dan Nanik Wenten merupakan instruktur gamelan dan tari tradisional profesional yang sudah mengajar di berbagai negara dan kini berdomisili di California.

I Nyoman Wenten saat ini juga merupakan professor jurusan etnomusikologi di University of California at Los Angeles (UCLA).

Film tersebut dijadwalkan akan diputar di gedung-gedung bioskop AS tahun depan.

Selain budaya Bali, yang menarik perhatian Livi Zheng adalah budaya Madura.

Setelah bekerja sama untuk film Insight, Livi kembali menggaet Yayan Ruhiyan, artis peran dan penata laga, untuk membuat film mengenai karapan sapi, The Bull Race.  

The Bull Race masuk Official Selection dalam festival film Asian Critics Week pada Juli 2017 di Kalkuta, India.

"Saya ke Madura shoot bareng Mas Yayan Ruhiyan. Saya sangat senang The Bull Race mendapat perhatian di festival film dunia. Selalu menjadi mimpi saya untuk mengangkat Indonesia ke layar lebar," ujar pemegang lebih dari 25 medali untuk kejuaraan karate nasional di AS ini.

Menurut Livi Zheng, karapan sapi bukanlah balapan biasa.

"Sebelum balapan ada ritual panjang. Ada doanya. Sapi dikasih banyak telur. Ada sapi dimandikan. Dan, merupakan kebanggaan jika sapi kamu menang. So people spend a lot of money for this," ucapnya.

Kepada mereka yang ingin terjun ke industri film sebagaimana ia, Livi Zheng berpesan agar mereka terus membuat film.

"Sekarang sangat mudah untuk membuat film, bahkan dengan menggunakan telepon kamu. Kalau kamu petinju, kamu harus latihan setiap hari. Tapi, jika kamu pembuat film, cara kamu berlatih adalah dengan menggarap film," ujarnya.

https://entertainment.kompas.com/read/2017/08/27/070000410/livi-zheng-pulang-kampung-untuk-bikin-sejumlah-film

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke