Untuk itu Tulus membuat kampanye #TemanGajah untuk memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa gajah bukanlah hama.
"Sangat tidak tepat apabila gajah disebut sebagai hama karena selalu dimulai duluan oleh manusia. Itu yang saya ketahui," ucapnya dalam jumpa pers di Kembang Goela, Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (19/10/2017).
Tulus menjelaskan bagaimana gajah bisa merusak kawasan pemukiman warga atau kawasan kelapa sawit.
"Jadi sebenarnya bisa saya luruskan, yang terjadi itu adalah penjelasan tentang konversi lahan perpindahan fungsi di sebuah kawasan menjadi sebuah fungsi yang baru," katanya.
Daya ingat gajah yang kuat menuntunnya kembali ke tempat awal ia berkelompok. Sayangnya tempat itu sudah beralih fungsi menjadi pemukiman atau persawahan.
"Hutan liar jadi persawahan misalnya. Hutan liar jadi pemukiman. Salah satu probelmnya kan saat hutan liar jadi pemukiman. Karena gajah itu punya daya ingat yang luar biasa kuat," ujarnya.
"Kalau dia sudah istilahnya bilang ini kawasan dia terus dia jalan, makan dan kembali lagi dia akan tetap anggap itu kawasan dia," ujarnya.
"Jadi sebenarnya manusia yang ganggu duluan. Bukan gajah duluan," imbuhnya.
https://entertainment.kompas.com/read/2017/10/19/200347510/tulus-tidak-tepat-apabila-gajah-disebut-sebagai-hama