Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Para Perempuan yang Melintas di Hidup Penyair Chairil Anwar

JAKARTA, KOMPAS.com - "Cinta adalah bahaya yang lekas pudar," kalimat tersebut adalah kutipan dari salah satu puisi Chairil Anwar berjudul Tuti Artic.

Dikenal sebagai penyair angkatan '45 dengan karya puisi seperti 'Aku', 'Krawang Bekasi', dan 'Diponegoro', Chairil memiliki sisi lain yang menarik.

Hidupnya begitu dekat dengan perempuan. Tak hanya kesayangan nenek atau ibu, Chairil adalah Don Juan. Pria dengan berbagai petualangannya bersama banyak perempuan.

Sisi humanis Chairil yang belum banyak orang tahu inilah yang akhirnya diangkat oleh Titimangsa Foundation menjadi sebuah teater berjudul Perempuan Perempuan Chairil.

"Chairil Anwar adalah simbol kebebasan merdeka. Bagaimana karyanya bisa melampaui zaman. Di kala revolusi berlangsung dia sudah membuat karya yang inividualis. Dia melampaui batas dan zamannya," terang produser Titimangsa Foundation, Happy Salma usai media preview Perempuan Perempuan Chairil di Taman Ismail Marzuki, Sabtu (11/11/2017).

Drama Perempuan Perempuan Chairil diadaptasi dari buku Chairil karya Hasan Aspahani. Pertunjukan ini dibagi menjadi empat babak, yang masing-masing babak menceritakan kisah Chairil dengan empat perempuan berbeda.

Aktor Reza Rahadian didapuk untuk memerankan Chairil Anwar. Sosok penyair yang digambarkan cerdas, berani mengemukakan pendapat, perayu ulung, sekaligus narsistik.

Ia beradu akting dengan Marsha Timothy, yang berperan sebagai Ida Nasution. Perempuan Batak nan cerdas, dengan pikiran-pikiran kritis yang menantang nalar Chairil.

Karena kecerdasan Ida, Chairil bertekuk lutut. Sayang Ida terlampau cerdas hingga tak mempan dirayu.

Bagi aktris yang pertama kali berperan di teater, Marsha terbilang gemilang. Peran Ida  disampaikannya dengan sempurna hingga penonton terhanyut dengan perdebatan antara Ida dan Chairil yang cerdas, emosional, dan terselip guyon.

"Kau buru perempuan tapi tak pernah menangkap hatinya," kalimat akhir yang dikatakan Ida mengalir. Tanda babak berakhir dan siap bergulir.

Di babak ini Reza dihadapkan dengan Chelsea Islan yang berperan sebagai Sri Ajati. Seorang mahasiswi keturunan ningrat yang digambarkan dengan kecantikan istimewa. Kecantikan yang membuat lelaki mana saja jatuh cinta.

Namun Sri yang digambarkan dengan sosok lugu nan baik hati, nyatanya tak terlalu polos. Lewat monolog Sri menyebut, "Aku tak tahu dicintai pujangga itu keberuntungan atau kemalangan," katanya.

Sekali lagi menjadi penanda bagi para penonton jika Chairil masih akan terus bertualang bersama perempuan lain untuk menghilangkan rasa sepinya.

Soal akting, agaknya Sri dan Chelsea bagai satu paket. Cantik, muda, dan idola para pria. Chelsea juga menyampaikan setiap dialog dan monolog dengan artikulasi yang jelas sehingga mudah dicerna penonton.

Babak selanjutnya dibuka oleh Tara Basro memerankan Sumirat dengan penuh emosi. Ia minta dinikahi oleh Chairil. Mirat, begitu panggilannya terpikat oleh pesona Chairil. Cintanya penuh petualangan dan gairah, yang ironisnya penuh keraguan.

Emosi penonton akan dibawa naik turun, mengikuti percintaan Mirat dan Chairil. Tara Basro sempat tampak gugup di awal. Terdengar lewat artikulasi serta penekanan suara. Maklum ini pertunjukkan teater pertama Tara.

Namun ketenangan Reza berhasil memandu Tara untuk lebih santai dan menjiwai Mirat. Alhasil Mirat nan centil, lincah, dan penuh emosi berhasil dibawakan oleh Tara. Sayang lagi-lagi Chairil belum menemukan pelabuhan terakhirnya.

Sampailah di babak akhir, Chairil menikahi Hapsa yang diperankan oleh Sita Nursanti. Berbeda dengan tiga tokoh perempuan sebelumnya, Hapsah adalah perempuan yang sederhana.

Perempuan Sunda itu memilih menikah dengan Chairil ketimbang dokter. Meski pada akhirnya ia harus menanggung risiko mengawini pujangga sepaket dengan idealismenya.

Namun dari Hapsah penonton sebenarnya akan digiring ke sebuah pemikiran bahwa Chairil, sang Don Juan sebenarnya tak memilih para perempuan di hidupnya. Ia dipilih oleh Hapsah, dan tidak dipilih oleh Ida, Sri, maupun Mirat.

Chairil justru dikoyak sepi dalam hidupnya. Nestapa sekaligus hidup karena petualangan cinta yang menjadi inspirasi untuk banyak karya puisi.

Dari segi peran, percakapan yang dibawakan dalam bentuk dialog serta monolog yang berunsur sajak, penataan musik, artistik, dan kostum, petunjukan teater Perempuan Perempuan Chairil terbilang sangat menarik.

Pementasan ini membawakan biografi puitis, sebagaimana disebutkan oleh sutradara Agus Noor dan sisi humanis seorang pujangga besar Indonesia angkatan '45.

Dua hari pertunjukan 11-12 Novemer 2017 agaknya terlalu singkat. Mengingat antusiasme masyarakat yang masih banyak ingin menonton Perempuan Perempuan Chairil meski tiket telah ludes terjual.

https://entertainment.kompas.com/read/2017/11/12/084111710/para-perempuan-yang-melintas-di-hidup-penyair-chairil-anwar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke