Festival di Kudus, Jawa Tengah, itu tahun ini diikuti oleh delapan kelompok teater SMP dan 13 kelompok teater SMA dari Kabupaten Kudus.
Festival tahunan sejak 2008 tersebut merupakan wadah pembinaan dan pertumbuhan kreativitas pelajar di bidang teater.
Kegiatan puncaknya diadakan pada 24-26 November 2017 di GOR Djarum Kaliputu. Para peserta itu menampilkan karya seni teater mereka dan sebelumnya mereka dilatih selama sembilan bulan dengan dukungan dari Bakti Budaya Djarum Foundation.
Inayah Wahid mengatakan bahwa ide dari para peserta FTP tambah beragam. Menurut Inayah, selalu ada hal baru yang mereka tampilkan.
"Saya lihat bahwa yang dilihat ini bukan pertunjukan sekolah, tapi memang pertunjukan beneran. Kami di kota besar, enggak bisa kepikiran, dan mereka bisa memikirkan hal itu, itu suatu besar dan semakin kelihatan," tutur Inayah dalam jumpa pers pada Minggu (26/11/2017) di Kudus.
Menurut Inayah Wahid pula, menekuni teater sejak masih sekolah, dari mendalami naskah hingga membawakan karakter, merupakan sesuatu yamg terpuji. Jika hal itu dilakukan terus menerus di berbagai wilayah, Indonesia ke depan tidak akan sulit mendapatkan artis peran.
"Jadi, Indonesia ke depan bisa punya aktor dan pertunjukan luar biasa. Kalau secara pribadi, ini memberikan pesan yang baik, sejak kecil diajarkan kerja sama dan mengasah kemampuan," tuturnya pula.
"Konsen saya, anak ini dapat laboratorium dibantu lewat FTP, perlu juga pasca festival ini, mereka masih punya ruang atau enggak. Itu yang perlu diperhatikan," sambungnya.
Sita Nursanti menambahkan bahwa kota di daerah akan menjadi kota teater jika bisa membina anak muda secara intensif. Dengan dukungan itu, anak muda di daerah bisa terus berkembang dan hidup, hingga pada gilirannya menjadi pelopor dan manusia yang memiliki empati.
"Bermain teater itu harus bekerja sebagai tim, tidak mungkin di panggung tidak ada tim. Kerjasama pelru terus digalakkan di kalangan pelajar," ujarnya.
Dalam FTP 2017, para pelajar diberi tema tokoh-tokoh pewayangan. Mereka diminta menyiapkan skenario, naskah, hingga peran mengenai tokoh-tokoh pewayangan itu.
"Saya sudah beberapa kali nonton di kota besar, pementasan ini benar bukan anak pelajar. Ada beberapa pilihan artistik mereka, ada yang tepat, kami sendiri tidak terpikir melakukan itu," tambahnya.
Wariyoto Giyok menambahkan bahwa para peserta yang ikut kompetisi mengadu ide mereka. Menurut Giyok, tiap tahun selalu ada peningkatan pesat, baik dari tema naskah populer hingga tema Nusantara dan kisah pewayangan.
Tema tokoh pewayangan dipilih karena negeri ini telah mendapat pengakuan dari UNESCO.
"FTP mencoba diangkat dalam seni teater, di mana pelaku adalah para pelajar," tambahnya.
https://entertainment.kompas.com/read/2017/11/27/143101810/sita-nursanti-hingga-inayah-wahid-peduli-teater-pelajar