Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jaran Goyang, dari Mantra hingga Menjadi Tari dan Lagu

Lirik lagu Jaran Goyang yang dibawakan oleh penyanyi dangdut Nella Karisma sangat populer di kalangan masyarakat.

Bukan hanya diputar di radio dan televisi namun juga menjadi lagu yang wajib di nyanyikan di acara hajatan.

Namun tidak banyak yang mengetahui bahwa "Jarang Goyang" adalah salah satu nama mantra pengasihan yang berasal dari Kabupaten Banyuwangi.

Ditemui Kompas.com, Senin (27/11/2017), budayawan Banyuwangi Hasnan Singodimayan menjelaskan bahwa nama Jaran Goyang adalah mantra yang menjadi bagian dari sastra lisan yang dimiliki oleh masyarakat Suku Using Banyuwangi.

Menurut lelaki kelahiran Banyuwangi 17 Oktober 1931, masyarakat Using mempercayai adanya empat ilmu yaitu, ilmu merah, ilmu kuning, ilmu hitam dam ilmu putih.

"Ilmu merah ini berkaitan dengan perasaan cinta, ilmu kuning tentang jabatan, ilmu hitam untuk menyakiti dan ilmu putih untuk menyembuhkan. Nah Jaran Goyang ini masuk dalam kategori ilmu merah atau dikenal dengan santet," jelas Hasnan.

Hasnan dengan tegas mengatakan santet bukanlah ilmu yang menyakiti atau mmebunuh tapi merupakan akronim dari "mesisan gantet" yang berarti sekalian bersatu atau bisa juga "mesisan bantet atau sekalian rusak.

Hal ini merujuk dari fungsi sosial mantra santet Jaran Goyang untuk menyatukan dua orang agar bisa menikah atau memisahkan kedua orang yang mencintai agar bisa menikah dengan pasangan pilihan keluarganya.

"Saat kerajaan Blambangan di ambang kehancuran, rakyatnya terpisah dan agar keturunan mereka tidak tercampur, mereka menikah dengan dasar kekerabatan. Biasanya kan ada yang saling suka tapi ternyata nggak disetujui oleh orangtua. Nah di sini fungsi mantra Jaran Goyang untuk menyatukan mereka. Niatnya baik. Bukan untuk hal-hal yang enggak jelas. Ini adalah ilmu pengasihan," ungkap penulis buku novel Kerudung Santet Gandrung tersebut.

Selain Jaran Goyang, ada beberapa mantra lain yang berkaitan dengan hubungan asmara seperti Kucing Gorang dan Kebo Bodoh.

Nama-nama mantra ilmu merah yang berkaitan dengan asmara, memang paling banyak menggunakan binatang liar yang menjadi peliharaan.

Namun menurut Hasnan, di antara banyaknya mantra pengasihan, mantra Jaran Goyang yang paling ampuh.

"Nggak perlu waktu lama, kalau sudah dirapalkan bisa langsung jatuh cinta," katanya sambil tersenyum.

Ia juga menjelaskan nama Jaran Goyang diambil dari perilaku kuda yang sulit dijinakkan, tetapi jika sudah jinak maka kuda sangat mudah dikendalikan.

"Sama dengan perasaan cinta. Awalnya susah dikendalikan tapi kalau sudah jatuh cinta bisa bisa semua baju miliknya di bawa pulang ke rumah pasangannya seperti orang gila dan memang korban dalam kutip terbanyak adalah perempuan walaupun tidak menutup kemungkinan laki-laki juga bisa terkena santet Jaran Goyang," jelas Hasnan.

Ia menambahkan masyarakat Banyuwangi, khususnya Using, sangat terbuka dan tidak menutup diri. Budaya yang masuk akan diserap dan dikawinkan dengan budaya asli sehingga melahirkan budaya baru.

"Saat itu lagu Jaran Goyang juga populer dinyanyikan dimana-mana sampai sekarang tapi menggunakan bahasa daerah Using," kata Hasnan.

Dengan berjalannya waktu, terinspirasi dari santet Jaran Goyang, maka terciptalah tari Jaran Goyang.

Beberapa waktu lalu, seniman tari Banyuwangi Slamet Menur (75), menjelaskan kepada Kompas.com bahwa Jaran Goyang pertama kali ditarikan pada tahun 1966 oleh penari yang bernama Darji dan Parmi dari Lembaga Kesenian Nasional (LKN) milik Partai Nasional Indonesia yang saat itu ada di wilayah Kecamatan Genteng Banyuwangi.

Berbeda dengan tari Jaran Goyang saat ini yang ditarikan oleh dua orang yaitu laki-laki dan perempuan, pada masa itu Tari Jaran Goyang dibawakan banyak orang walaupun ada dua penari utama.

"Tari Jaran Goyang adalah tari pergaulan yang menceritakan seorang pria yang mencintai seorang gadis, namun di tolak. Akhirnya sang pria merapalkan mantra jaran Goyang lalu melempar bunga kepada sang gadis hingga dia jatuh cinta dan tergila-gila pada sang pria," cerita Slamet Menur.

Menurut Slamet, tari tersebut muncul dari fenomena mantra Jaran Goyang yang tumbuh subur di kalangan masyarakat Suku Using saat itu.

Tarian tersebut sempat dipentaskan di luar Kota Banyuwangi beberapa kali oleh LKN kemudian disempurnakan kembali gerakannya oleh pencipta tari Banyuwangi Sumitro Hadi dan dikembangkan oleh pencipta tari Subari Sofyan.

"Pada tahun 1966, saya sudah jadi pelatih tari termasuk yang melatih Darji dan Parmi. Sayangnya saya sudah tidak pernah bertemu lagi dengan mereka. Kabar terakhir saya dengar mereka menikah. Itu pasangan yang pertama kali menarikan tari Jaran Goyang," kata Slamet Menur.

Hingga saat ini, mantra Jaran Goyang yang menjadi bagian dari sastra lisan masih memiliki fungsi sosial di lingkungan masyarakat Banyuwangi khususnya Suku Using. Termasuk juga tari Jaran Goyang yang masih sering ditampilkan di pementasan kesenian di Kabupaten Banyuwangi.

https://entertainment.kompas.com/read/2017/11/28/154946210/jaran-goyang-dari-mantra-hingga-menjadi-tari-dan-lagu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke