"Dari yang dilaporkan kurang lebih ada 20 kasus," kata Supriyatno dalam seminar Digital Economy & Creative Content Forum di JS Luwansa, Jakarta Selatan, Kamis (3/5/2018).
"Rata-rata setelah diteliti dan ditanya tentang seberapa sering nonton bioskop, apa yang ditonton, dari 20 itu ada 12 orang baru sekali nonton bioskop," sambungnya.
Supriyatno pun menyimpulkan mereka sebagian besar melakukan tindakan pelanggaran tersebut karena kurang pengetahuan dan hanya untuk "gaya-gayaan".
"Mereka tidak ada motif komersial, mereka hanya bangga nonton di XXI lalu di-share pada temannya. Kalau yang share di Instagram Story biasanya orang yang lebih pintar. Tapi mereka tidak ada motif komersial," ujarnya.
Karena itu, lanjut Suprayitno, pihak XXI biasanya setelah mendapati kasus seperti itu tak langsung melapor ke pihak berwajib. Mereka memilih berkoordinasi terlebih dahulu dengan produser film yang dibajak.
"Karena kami juga menjaga agar mereka yang sekali menonton ini tidak takut. Jangan sampai penonton yang tidak tahu apa-apa ini tiba-tiba berurusan dengan polisi. Bikin mereka enggak kapok ke bioskop dan merugikan kami juga," kata Supriyatno.
"Mereka yang baru nonton tadi pas kami panggil ke kantor rata-rata takut datang dibawa ke polisi. Kami berdiskusi dengan produser film. Ini mau diapakan, kalau mau dilaporkan ya silakan. Jadi kami selalu koordinasi dengan pihak produser," imbuhnya.
Supriyatno menambahkan pihaknya juga ingin mengedukasi penonton agar kapok melakukan pembajakan film, tetapi tak jera ke bioskop.
"Saat film tayang security kami aktif memeriksa. Apabila kami menangkap orang yang bertindak mencurigakan, biasanya mereka langsung diperingatkan. Perlu saya sampaikan bahwa kami sudah menayangkan slide anti pembajakan, ada warning kalau pembajakan ada hukum pidana," kata Supriyatno.
https://entertainment.kompas.com/read/2018/05/03/155933310/pihak-xxi-orang-yang-rekam-film-dari-bioskop-biasanya-penonton-pemula