Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Rano Karno dan Film "Si Doel Anak Betawi" 1973...

Kehadiran film ini membangkitkan kenangan akan sosok si Doel, terutama bagi generasi yang sempat menikmati kejayaan sinetron "Si Doel Anak Sekolahan" pada tahun 1990-an.

Lebih jauh lagi, generasi sebelumnya yang mungkin sempat menyaksikan akting Rano Karno dalam film pertama yang berkisah tentang si Doel, yaitu "Si Doel Anak Betawi" yang tayang di bioskop pada 1973.

Film ini disutradarai oleh Sjuman Djaja, berangkat dari novel karya Aman Datuk Modjoindo dengan judul yang sama.

Harian Kompas, 23 Juli 1973, memberitakan, Si Doel Anak Betawi merupakan produksi pertama PT Mantari Film, Jakarta, dan dibintangi Rano Karno sebagai pemeran utama, Doel.

Film ini juga menjadi kesempatan pertama Rano menjadi pemeran utama, setelah membintangi sejumlah film sebelumnya.

Saat itu, kehadiran film anak dinantikan setelah vakum sejak 1967. Sempat muncul film Malin Kundang, tetapi lebih ditujukan untuk segala umur.

Betawi modern

Gambaran masyarakat Betawi yang digambarkan Aman Datuk Modjoindo dalam novel Si Doel Anak Betawi adalah anak Betawi yang kenal pendidikan modern, sekolah.

Hal ini pula yang digambarkan Sjuman Djaja dalam filmnya.

Dalam perjalanannya, sang ayah mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Doel kecil harus membantu ibunya mencari penghidupan.

Doel berdagang kue di kampungnya. Berbagai konflik harus dia hadapi, seperti dicegat anak-anak sebayanya dan berkelahi. Namun, Doel tak goyah dan tetap berjualan untuk membantu ibunya.

Di tengah cerita, muncul tokoh Asmad (diperankan Sjuman Djaja), yang merupakan paman Doel. Asmad kemudian menjadi ayah tirinya, dan mendorong keinginan si Doel untuk bersekolah.

Karakter Doel dalam film ini juga digambarkan sebagai sosok anak Betawi yang memberontak untuk menjadi modern, mematahkan anggapan jelek yang selama ini disematkan.

Rano Karno dan Si Doel

Kala itu, akting Rano Karno dalam film Si Doel Anak Betawi dinilai tidak luar biasa. Namun, dianggap mampu mengimplementasikan keinginan sang sutradara.

Seperti diberitakan Harian Kompas, 15 September 1973, setelah penayangan film ini, lagu "Jajan" yang dinyanyikan Doel menjadi populer dinyanyikan oleh anak-anak.

Liriknya kira-kira seperti ini:

Nasi uduuukkk...
ketan uraaappp...
urapnya ketaaaann...
siapa beliii...

Mereka yang sudah menonton Si Doel Anak Betawi, disebut "ketagihan" lagu ini.

Dikisahkan pula, saat wartawan Kompas, mewawancarai Rano di rumah keluarganya, kawasan Tebet Timur Kecil, Jakarta, berbagai cerita soal film yang dibintanginya meluncur dari Rano.

Rano, yang saat itu memakai celana jins, kaus lengan panjang biru gelap, mengisahkan, Si Doel Anak Betawi menjadi film yang paling senang ia perankan. Mengapa?

"Sebab di sana mainnya main biasa saja, Om. Kayak sehari-hari saja. Lari-lari, berantem, nyanyi-nyanyi. Teman mainnya juga anak-anak," kata Rano.

Di film-film sebelumnya, Rano lebih banyak mendapatkan lawan main orang dewasa.

Dan, Sjuman Djaja lah yang menjadi sutradara pertama yang membuat Rano pertama kali mendapatkan peran utama.

Sebelumnya, Rano pertama kali main film dalam "Lewat Tengah Malam", memerankan Lono (Rachmat Hidayat) kecil. Film ini juga disutradarai Sjuman Djaja. Ia sedikit muncul saat mandi di kali dan makan singkong.

Selanjutnya, Rano juga terlibat dalam film "Malin Kundang" dengan sedikit dialog Malin kecil. Meski demikian, sejak tayangnya film ini, bakat Rano mulai dilirik oleh para sutradara.

Film ketiga, Rano berperan sebagai Farouk Afero kecil dalam film "Lingkaran Setan". Sementara, film keempatnya adalah "Pengantin Tiga Kali" dan hanya berperan sebagai anak penjual koran.

Setelah sukses dengan Si Doel Anak Betawi, Rano digaet sutradara Hasmanan dalam film "Di Mana Kau Ibu" sebagai pemeran utama, produksi Rapi Film.

Film berikutnya adalah "Tabah Sampai Akhir" produksi Safari Sinar Shakti Film.

Bayaran Rp 500.000 dan "dijaga" ayahnya

Masih dari Kompas, 15 September 1973, ayah Rano, bintang film kawakan Soekarno M Noor mengatakan, putra ketiganya memang menunjukkan bakat akting yang lebih besar dibandingkan saudara-saudaranya.

Menurut Soekarno, Rano seringkali merebut dan ingin membaca lebih dulu jika ia membawa pulang skenario film yang diperankannya.

Saat duduk di bangku SD Van Lith, Gunung Sahari, Jakarta Pusat, ia juga terlibat dalam sejumlah kegiatan sandiwara sekolah.

Setelah Rano tenar karena membintangi sejumlah film, terutama Si Doel Anak Betawi, ia selalu memberikan pesan kepada anaknya.

"Kamu hanya bintang film kalau di hadapan kamera. Sesudah itu, kamu biasa saa. Kalau ketenaran terlampau cepat, Rano bisa membawa akibat buruk bagi jiwanya. Saya tak mau Rano merasa lebih hebat dari kawan-kawannya," kata Sukarno M Noor.

Dari film Si Doel Anak Betawi, Rano mendapatkan bayaran Rp 500.000. Angka ini tergolong besar, karena dalam film-film sebelumnya ia hanya dibayar beberapa ribu rupiah.

Meski demikian, ayah Rano membatasi anaknya agar tidak boros. Setiap hari, saat ke sekolah, ia hanya dibekali jajan Rp 50, dan berangkat sekolah dengan menaiki bus.

Lalu, apa yang dibeli Rano kecil dari penghasilannya main film? Rano menjawab, ia membeli sebuah sepeda balap seharga Rp 30.000. Memiliki sepeda balap menjadi impiannya sejak lama.

Sosok Rano Karno memang lekat dengan "Si Doel".

Kini, setelah bertahun-tahun lalu memerankan Doel dalam Si Doel Anak Sekolahan, publik bisa kembali menyaksikan romantika si Doel bersama Sarah dan Zaenab dalam "Si Doel The Movie".

Selamat bernostalgia!

https://entertainment.kompas.com/read/2018/08/02/170350610/kisah-rano-karno-dan-film-si-doel-anak-betawi-1973

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke