Tokoh Banyu digambarkan sebagai seorang penderita spectrum autis dan sulit berinteraksi dengan lingkungannya.
"Jadi benar-benar body language dari karakter ini gimana caranya bisa jadi diri kita gitu. Kita coba meng-create itu. Kita harus jadikan itu kebiasaan. Itu yang memakan proses dan butuh waktu yang panjang," kata Dimas dalam media visit di Kompas Gramedia, Palmerah Barat, Jakarta Pusat, Selasa (9/10/2018).
"Membutuhkan sebulanan lah. Susah buat ngolah tubuhnya, karena di luar karakter aslinya saya," imbuh Dimas.
Bahkan walaupun sudah satu bulan lamanya membangun karakter, Dimas tetap harus didampingi oleh seorang psikolog untuk mengontrol jenis autis yang diderita karakter Banyu agar tak melenceng.
"Kemudian, psikolog dampingin saya dari awal sampai dan selesai. Dia memang pakar di bidang berkebutuhan khusus," ucap Dimas.
Pasalnya, Banyu adalah penderita autis spectrum yang masih bisa berkomunikasi dan beraktivitas selayaknya orang normal.
"(Banyu) Bukan yang fatal banget. Anak seperti itu punya rutinitas dari jam-jamnnya punya waktu mereka. Ada beberapa referensi film diambil untuk body language-nya. Bukan dari tingkatan penyakitnya. Spesifikasinya kita enggak tahu yah, kita ambil standar globalnya saja," imbuh Dimas.
Dancing in The Rain adalah film garapan Screenplay Films bekerjasama dengan Legacy Pictures. Film ini menyuguhkan kisah kehidupan Banyu yang diperankan aktor Dimas Anggara yang menyentuh hati.
Selain menyajikan perjuangan Eyang Uti yang diperankan Christine Hakim dalam merawat cucunya, Banyu, film arahan Rudy Aryanto juga diwarnai dengan kisah persahabatan Banyu dengan Radin (Deva Mahenra) dan Kinara (Bunga Zainal).
Musisi Melly Goeslaw pun didapuk sebagai pengisi soundtrack film yang dijadwalkan tayang pada 18 Oktober 2018 mendatang tersebut.
https://entertainment.kompas.com/read/2018/10/09/194448210/dimas-anggara-butuh-waktu-lama-dalami-karakter-banyu-dalam-dancing-in