JAKARTA, KOMPAS.com--Puncak Upacara Kebo Ketan pada hari Sabtu tanggal 24 November 2018 akan dimulai di pagi hari di Rumah Tua Sekaralas pada pukul 08.00 WIB dengan selamatan dan diteruskan dengan pengguyangan Sang Kebo Ketan dan penghiasannya.
Mulai pukul 16,00 WIB di Rumah Tua akan dilaksanakan upacara-upacara sakralisasi oleh pemuka agama Kasogatan Hindu Jawa, Hindu Buddha Sriwijaya dan Sunda Wiwitan, dengan musik sakralisasi oleh Galih Naga Seno.
Selanjutnya, di Lapangan Desa Sekaralas, di sebuah arena berdiamater 40 meter, selepas asar, Reog Singa Muda Legawa Sekaralas, memanaskan suasana. Setelah hari mulai gelap, seniman cahaya Wismono Wardono dan Hengky Rivai memainkan seni tata cahaya menerangi area pentas.
Penata Musik Penata musik Denny Dumbo bersama dengan Gendhang Kapethak Kapethak Endy Barock, Arif Hendrasto, dan Wiwanto Purnawan , menampilkan musik pembukaan. Tari Gedrug dan Kusuma Bangsa dari Boyolali tampil mengundang penonton. Sementara itu, Sang Kebo Ketan dan Sang Mahesa Dahana, sebuah kerbau raksasa terbuat dari jerami, diiring ratusan orang termasuk Pasukan Semut dari Ngawi dan Delanggu, kelompok pegiat kebudayaan Jawa Sekar Pengawikan dari Yogyakarta bersama Wahjudi Djaja dan R Bambang Nursinggih, Bregada Panji Parentah yang terdiri dari para Manggala Yudha Yogyakarta pimpinan Widihasto Wasana Putra, cucuk lampah penari Jepang Satoko Takaki, Walasuji Sanggar Seni Alfarabi Bulukumba pimpinan Ichdar YN Alfarabi, pawai obor dan Proyek Bendera karya berkelanjutan Arahmaiani Feisal, pusaka-pusaka Kraton Ngiyom yang terdiri dari tombak Kiai Singkir, Watu Kandha, Jembut Gendruwo, Keringat Rakyat, Banyu Wayu, dan keris Kanjeng Kiai Kala Mancur, berjalan bersama dengan rombongan Mahesa Nempuh, bergerak perlahan dari Rumah Tua Sekaralas menuju gerbang kebo ketan di Lapangan Desa Sekaralas yang berjarak sekitar 500 meter.
Sesampainya perarakan di gerbang Lapangan Desa Sekaralas, Sang Kebo Ketan dijemput oleh tujuh penari secantik bidadari yang dengan penuh pendalaman penghayatan menarikan Bedaya Kebo Ketan karya penari dan koreografer Dwi Surni, dan menyanggrahkannya di panggung. Seniman pencipta gerak Amerta, Suprapto Suryodarmo dan seniman performans yang kondang di manca negara, Arahmaiani Feisal, melakukan sakralisasi. Aktor senior Otig Pakis II menerima keris Kanjeng Kiai Kala Mancur dari talenta Sekaralas, Novi, untuk kemudian menyembelihnya.
Setelah itu ada pidato sambutan, menyanyikan lagu Indonesia Raya 3 Stanza, pembagian wajik merah dan jadah putih berbahan ketan organik tanaman Kraton Ngiyom, tausiyah ulama Dr.KH. Zastrouw Al Ngatawi dan KH Yahya Cholil Staquf serta tari sufi Pondok Pesantren Madin Al Fatih pimpinan Kiai Abdul Ghoni dan Kalachakra flow art oleh Galih Naga Sena dan kawan-kawan.
Seni Sakral Nusantara
Bagian paling unik dan berbeda dari UKK sebelumnya, adalah bagian yang dinamai Riuh Seni Sakral Nusantara.
Di sinilah Kraton Ngiyom berusaha melakukan suatu eksperimen seni budaya dekaligus serbuk silang kesenian rakyat untuk memantik kebangkitan kreatifitas di kalangan seniman rakyat. Bagian ini dibuka oleh penampilan Tumpyag Api karya Yantu Prabawa Manukaya dan Bali Agung Production, disusul oleh karya Ichdar Alfarabi dan Sanggar Seni Alfarabi Bulukumba, membawakan karya Pajaga Lino yang berarti, Penjaga Bumi.
Kekhusyukan penampilan Pajaga Lino disusul dengan riuh seni sakral Nusantara. Barong Abang Tanggulangin, Jathilan Lancur Among Budoyo Kleco Kulon Progo, Bantengan Batu Jawa Timur, Mahesa Nempuh Kraton Ngiyom, Jathilan Raung Budoyo Ambarawa, dan Gora Swara Nusantara Klaten, lalu sendiri-sendiri dan bersama-sama menguasai arena berdiameter 40 meter tersebut, dengan berurutan bergantian dan juga dengan bertumpuk-tumpuk manakala memungkinkan.
Ini adalah suatu eksperimen seni dan sosial, bagaimana berbagai kesenian tradisional berbasis ning-nong-ning-gung bisa menghadirkan harmoni dari suasana chaos, tanpa harus pernah berlatih bersama. Mereka akan saling bertemu pertamakalinya hanya beberapa jam sebelum pentas, dan diharapkan dapat menghadirkan suatu proses chaos-harmoni yang menarik, dengan diikat oleh penataan musik kreatif oleh Denny Dumbo.
Puncak dari bagian Riuh Seni Sakral Nusantara ini adalah adegan mengamuknya Sang Mahesa Dahana. Dengan diringi Sri Krishna yang membawakan lagu Celeng Degleng, Sang Mahesa Dahana akan berlari mengudag-udag mengamuk yang dilanjutkan dengan pembakarannya, sebagai simbol purifikasi, penyucian semangat kerakyatan yang menjadi syarat kesejahteraan bersama. Sri Krishna kemudian membawakan lagu Kerbau Bantaian yang dibuat khusus untuk Upacara Kebo Ketan, mendinginkan suasana, mengajak kepada kontemplasi. Acara terakhir adalah penampilan singkat Bonita & the Hus Band membawakan repertoar yang khusus disusun untuk Upacara Kebo Ketan. Upacara Kebo Ketan 2018 ini akan berakhir dengan lagu Bahagia karya Petrus Briyanto Adi. Sebagai PENAWAR RACUN DIVIDE ET IMPERA, MARILAH KITA MENDO’A INDONESIA BAHAGIA!
Upacara akan dilukis langsung oleh pelukis andalan : KP Hardi Danuwijoyo, Bayu Wardhana, Bambang Herras, Nunung Wicaksono dan Made Arya Dedok.
Sutradara : Bramantyo Prijosusilo, Godeliva D. Sari, Giyono Dhatnyenk
Penata Artistik : Gimbal, Farid Yudha
Penata Lampu : Wismono Wardono, Hengky Rivai
Penata Musik : Denny Dumbo
https://entertainment.kompas.com/read/2018/11/17/080139110/arak-arakan-puncak-upacara-kebo-ketan