Sejumlah kali ia menyisipkan gambar-gambar lucu bertema Indonesia ke dalam karyanya, termasuk gambar Macan Cisewu di punggung Deadpool, salah satu karakter terkenal komik Marvel.
Namun, apakah hal ini diperbolehkan oleh Marvel?
Para penggemar komik Marvel terkesima ketika beberapa waktu lalu melihat gambar Macan Cisewu di punggung Deadpool.
Pertanyaannya, apakah ini merupakan keputusan perusahaan komik raksasa tersebut untuk memasukkan unsur budaya lain ke dalam komiknya?
VOA Indonesia lalu menghubungi komikus penggambar macan yang pernah viral karena wajah lucunya yang tampak selalu tertawa itu.
"It's a form of having fun in making comics," kata Ario, yang kini menjadi satu dari kurang lebih empat orang komikus Indonesia yang aktif bekerja untuk Marvel.
Menurut ia, sisipan-sisipan usil seperti itu diperbolehkan selama berkaitan dengan humor. Ia pun sejumlah kali melakukan hal tersebut.
"Atau bercanda, atau yang lucu, atau yang kreatif, tapi tidak yang berbau politik atau SARA gitu ya, karena it's all about having fun," ucapnya.
Mungkin Anda masih ingat ketika seorang komikus lain dari Indonesia menyisipkan gambar-gambar kontroversial yang berhubungan dengan kasus-kasus politik dan SARA di Indonesia.
Menanggapi protes dari para penggemar terhadap hal ini, pihak Marvel Comics merilis pernyataan resmi melalui situs ComicBook.com yang memuat beragam berita dari dunia hiburan, termasuk komik.
"Gambar yang ada dalam komik X-Men Gold #1 tersebut dimasukkan tanpa sepengetahuan Marvel yang tidak tahu makna sesungguhnya dari gambar itu. Referensi ini tidak menggambarkan pandangan dari para penulis, editor atau siapa pun, dan bertentangan dengan Marvel Comics yang inklusif, serta prinsip dari X-Men. Gambar tersebut akan dihilangkan dari versi cetak dan digital, dan (Marvel Comics) akan memberi tindakan disiplin," tulis pihak Marvel Comics.
Ario menambahkan, sebagai komikus ia tidak mau memasukkan hal-hal yang menyinggung.
Ia pun menanggapi kasus komikus itu melalui Macan Cisewu yang ia gambar di punggung Deadpool.
Menurut ia, sisipan-sisipan yang dimasukkan ke dalam komik tetap bisa menghibur dan viral jika dilakukan dengan benar, tanpa memenangi pihak tertentu.
"Jadi, aku juga masukin Macan Cisewu itu persis setelah kejadian yang kemarin ada yang being fired gara-gara dia masukin sesuatu yang ada muatan SARA gitu ya. Aku sengaja masukin elemen Cisewu itu to prove the society di Indonesia bahwa, 'Ini lho masukin cameo atau trivia ke komik yang sehat, yang bener, yang boleh itu ya seperti ini'," tegas pria yang gemar menggambar sejak kecil ini.
Berkarier di Kancah Internasional
Bisa menjadi komikus untuk perusahaan asing sebenarnya merupakan sebuah kejutan bagi karier Ario Anindito.
Ia bersyukur dengan adanya teknologi internet yang menjadi medium baginya untuk memajang karyanya di berbagai situs seni.
"Nah, rupanya, dari salah satu website itu, hasil karya saya di-notice oleh salah seorang agency seniman di Italia. Terus, dia kirim e-mail ke saya. Dia bilang, 'I realy love your artwork and I was wondering if I can represent you as an artist, so I become your manager atau agent,' gitu," kenang pria yang lahir pada 1984 ini.
Awalnya, Ario merasa kurang yakin. Namun, akhirnya ia memutuskan untuk menjalin kerja sama dengan agen tadi, yang kemudian pada 2012 menghubungkannya dengan perusahaan pesaing Marvel, yaitu DC Comics.
Salah satu komiknya yang dirilis oleh DC Comics adalah Red Hood and the Outlaws #10.
Bakatnya kemudian dilirik oleh Marvel Comics pada 2014. Bisa bekerja untuk Marvel pun tidak mudah. Ia harus melalui semacam proses audisi.
"Waktu itu aku dikasih script Guardians of the Galaxy, aku diminta untuk bikin lima halaman sample and then I choose the scene where Gamora is being chased by the villain," paparnya.
Marvel pun menyukai hasil karyanya dan menanyakan karakter favoritnya Marvel.
"And then I told them it was always The X-Men. Terus, dia bilang, 'Oke, kalo gitu kamu mau enggak ngerjain seri Wolverine?' I said, 'Do I really have to answer that'," kenang Ario lalu tertawa.
Oleh Marvel Comics Ario dipercaya sebagai penciler dan inker. Biasanya, naskah yang ia terima dari penulis di Marvel kemudian ia pelajari dan pindahkan ke kertas dalam bentuk panel-panel komik, untuk satu komik atau 20 halaman.
Proses mengerjakan satu komik biasanya memakan waktu lima minggu.
"Sudut pandangnya, ekspresinya itu, aku yang nentuin," kata komikus yang juga pernah mengerjakan komik tokoh anti-hero Venom dan komik Agents of S.H.I.E.L.D ini.
"Setelah jadi tumbnails, semua halaman dikirim ke editor. Kalau sudah dapat approval and then aku mulai bikin (gambar dengan) pensil di kertas yang sebenarnya. Jadi, kertas yang ukurannya lebih besar. Sudah jadi pensilnya, langsung aku tebelin pakai tinta. Di-inking namanya," lanjutnya.
Mengingat ia bekerja dari Bandung, perbedaan waktu terkadang menjadi tantangan baginya, karena jam kerja yang terbalik.
"Sometimes harus begadang sampai pagi, karena mesti ngobrol sama editornya, mesti diskusi sama agency, terutama sama editor sih. Tapi, di luar itu, sebenarnya enggak terlalu banyak kendala, karena eventhough they're such a big company, Marvel itu enggak rewel. Jadi, mereka tahu orang-orang yang direkrutnya itu profesional. Jadi, they're suppose to be able to do their jobs properly," kata lulusan S1 Jurusan Arsitektur Universitas Parahyangan, Bandung ini.
Walau pun kini sudah menjadi komikus untuk Marvel Comics, ia masih juga bekerja untuk DC Comics.
Kata Ario, hal ini diperbolehkan mengingat persaingan ketat yang sudah berlangsung selama ini.
Namun, kini ia memiliki tugas yang berbeda, yaitu sebagai desainer patung dan action figure.
Hingga kini, ia sudah banyak mendesain patung dan action figure beragam karakter, antara lain Wonder Woman, Joker, Harleyquinn, Batman, dan Cat Woman.
"Aku nge-desain ada dua tipe. Satu action figures, itu yang ada titik artikulasinya yang bisa dipose-posein, and the other one is statue. Statue itu sudah fixed position. Jadi, kayak patung yang biasa kita lihat di jalan-jalan gitu, jadi memang dia kaku. Skalanya 1 banding 6, which is around 30 cm atau 12 inches, dan skala 1 banding 4 itu lebih gede lagi," tuturnya.
Industri Komik Indonesia Berkembang Pesat
Mengenai industri komik di Indonesia, Ario Anindito mengatakan sudah berkembang dengan pesat, ditambah dengan kemunculan komik-komik daring.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, ia mengaku sulit untuk membuat atau memajang komiknya.
"Kepikirannya adalah komik cetak, which is it needs a lot of money, a lot of distribution, dan segala macem. Susah banget dulu waktu awal mulai, kalau ke publisher yang ternama, aku masih nobody, jadi susah juga aksesnya gitu," ucapnya.
Dengan adanya internet, menurut Ario, para seniman komik bisa belajar memalui tutorial dari YouTube atau website lain di internet.
Selain itu, industri komik di Indonesia juga ditunjang oleh para penerbit lokal yang bersedia menerbitkan komik baik secara fisik maupun komik daring melalui internet.
Selain memang harus profesional, menurut ia, komikus sangat penting menjaga kualitas dan menghargai proses. Tidak perlu terburu-buru untuk bisa menggambar setara komikus Marvel atau DC.
"Padahal, anatominya belum benar, gambar mukanya masih belum benar. Jadi, nothing instant menurut saya, semua harus melewati prosesnya, harus latihan dulu basic-nya. Semua harus dilewati, karena aku dan teman-temanku yang kerja di Marvel juga prosesnya juga enggak sebulan, dua bulan. Tapi, kami memang sudah suka gambar dari kecil, latihan gambar terus-terusan, sehingga akhirnya bisa sampai ke posisi yang sekarang," ujar pria yang juga berprofesi sebagai art director untuk iklan dan film di Indonesia ini.
Harapan Ario, jika kualitas karya anak bangsa kita terus dijaga dan dikembangkan, pelan tapi pasti bisa menjadi besar seperti industri komik di AS atau Jepang.
https://entertainment.kompas.com/read/2018/12/31/152328210/komikus-ario-anindito-penggambar-macan-cisewu-di-punggung-deadpool