Gitaris Slank dan pria berambut jabrik yang akrab disapa Ello itu ingin mengenalkan budaya Maluku yang sangat kaya dengan cara sederhana, yakni melalui kuliner.
Dengan konsep kasual yang memungkinkan siapa saja bisa datang, nongkrong, untuk menikmati menu dengan harga terjangkau, Ridho dan Ello membangung warung makan ini dengan tiga area, kopi katong, warung mada, dan porto bar. Tidak tanggung-tanggung, mereka mendatangkan langsung koki dan rempah langsung dari Ambon.
"Selain menu makanan ciri khas Maluku seperti nasi lapola dan papeda, kopi yang menjadi budaya Maluku, melting pot sejak awal rekonsiliasi Ambon dan warung kopi menjadikan Kopi Katong menjadi salah satu ciri khas dari warung makan ini. Yang mana biji kopi pilihan didatangkan langsung dari tanah Maluku," kata Ridho dalam email yang diterima Kompas.com, Sabtu (12/1/2019).
Selain itu, menurut Ridho ada satu hal lagi yang tidak bisa dipisahkan dari budaya Maluku, yaitu musik.
"Warung Katong juga menyediakan panggung untuk bermusik. dengan dikurasi langsung oleh saya dan Ello, memberikan akses bagi teman-teman musisi yang ini bermusik di warung makan ini," ungkapnya.
Berlokasi di Setiabudi, Ridho dan Ello memilih Bandung menjadi kota pertama Warung Katong.
"Bandung yang masyarakatnya heterogen dan merupakan salah satu kota pelajar, jadi kami ingin tempat ini jadi melting pot tempat mereka. Sehingga punya memori baik untuk ke depannya," ujar Ridho.
Selain dengan latar belakang Maluku, tempat ini juga dibangun untuk dengan membawa beberapa pesan. Salah satunya adalah mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
"Warung Katong menyediakan sedotan tetapi hanya ada jika diminta, penggunaan kantong untuk take away. Selaian mengurangi sampah plastik. Warung Katong juga ingin membawa kembali budaya 'ngobrol' itulah mengapa di Warung Katong tidak menyediakan wifii," jelas Ello.
"Tempat kami tidak menyediakan wifii karena hidup bukan sekedar update status. Ngopi ya ngobrol," tuntasnya.
https://entertainment.kompas.com/read/2019/01/12/161015510/ridho-slank-dan-ello-kembali-ke-citra-rasa-tanah-kelahiran