JAKARTA, KOMPAS.com--Di usianya yang ke-36, Patrem (Paguyuban sastrawati sastra Sunda), baru saja menyelenggarakan penggantian kepengurusan. Tongkat estafet kepemimpinan diserahkan dari ketua lama Yooke Tjuparmah Soeriaamidjaja K. kepada ketua baru Chye Retty Isnendez.
Dalam acara serah terima jabatan yang diselenggarakan di Gedung Musium Sribaduga, Bandung, pada Sabtu 12/01 ini, dihadiri oleh para tokoh sastrawan Sunda, perwakilan dari berbagai komunitas kesundaan serta dari kalangan akademisi yang terkait erat dengan kasundaan.
Salah seorang tokoh wanita Sunda, Ceu Popong Otje Djundjunan, yang juga menjadi penasihat pada paguyuban ini, dalam sambutannya menyebutkan bahwa “Patrem yang dalam bahasa Sunda berarti tusuk konde yang bisa berubah menjadi senjata tajam, merupakan organisasi sastrawati pertama di Indonesia yang keberadaannya hingga kini masih eksis.”
Jumlah anggota Patrem saat ini ada 68 orang. Dari tahun ke tahun pembinaan dan perekrutan anggota baru terus dilaksanakan. “Sebagai syarat untuk bisa menjadi anggota Patrem, pertama harus perempuan, kedua orang Sunda, ketiga, calon anggota adalah penulis yang sudah menerbitkan karyanya di media cetak minimal 15 judul.” Kata Retty Isnendez yang diwawancarai setelah selesai acara.
Masih menurut Retty Isnendez, “Bila ada yang berminat untuk menjadi anggota, tetapi baru satu dua karyanya, sebaiknya masuk saja ke Sirung Patrem. Karena nanti para senior akan memberikan bimbingan, arahan serta saran, agar yang bersangkutan termotivasi untuk lebih produktif menulis, dengan kualitas yang bisa dipertanggungjawabkan.”
“Anggota Sirung Patrem yang kini sedang digembleng sudah mencapai 30 orang. Dalam beberapa tahun ke depan, diharapkan mereka inilah yang akan menghiasi halaman-halaman sastra dengan karyanya. Ada beberapa program kerja ke depan yang insya Allah akan menunjang ke arah terselenggaranya hal tersebut.”
Berkaitan dengan kemajuan teknologi yang sepertinya tidak tertahankan dewasa ini, dan tentu berpengaruh terhadap perkembangan sastra, terutama sastra digital, Retty Isnendez menegaskan bahwa itu salah satu program Patrem Milenial ke depannya.
“Karena mau tidak mau, kita yang hidup di abad milenium ini, harus mengikuti perkembangan zaman. Apalagi dunia sastra yang mudah sekali mengalami perkembangan. Dalam dunia tanpa batas ruang dan waktu seperti sekarang ini, setiap orang akan semakin mudah menjadi plagiator. Dan setiap orang juga akan semakin mudah mencari referensi tulisan bagus. Tapi itulah tantangannya!”
https://entertainment.kompas.com/read/2019/01/14/132048610/patrem-menjawab-tantangan-zaman