Bagaimana tidak, selain karena dugaan penyalahgunaan narkoba, Steve ditangkap oleh Satres Narkoba Polres Metro Jakarta juga karena diduga menyelundupkan kokain.
Dari tangan Steve, polisi menyita barang bukti berupa narkotika jenis kokain dengan berat 92,04 gram, satu buah botol kaca tempat menyimpan kokain, dan satu buah alat hisap narkotika jenis kokain dengan nama bullet.
Bullet tersebut ada dalam saku celana kanan Steve, sementara kokain dimasukkan ke dalam toples. Saat ini kasus Steve tengah dipersidangkan. Berikut perjalanan kasusnya:
Bawa kokain dari Belanda
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Hengki Haryadi mengatakan bahwa Steve membawa kokain ke Indonesia dari Belanda dengan menumpang salah satu maskapai penerbangan pada 11 September 2018.
Kokain yang Steve bawa sebanyak 100 gram dengan harga 1.000 Euro atau setara Rp 160 juta. Saat tiba di Indonesia, Steve mengonsumsi kokain tersebut sebanyak 8 gram, sehingga dalam penangkapan Steve polisi hanya menemukan 92,04 gram saja.
Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Barat AKBP Erick Frendriz mengatakan, dari hasil pemeriksaan sementara, Steve membawa kokain tersebut dengan dililitkan ke dalam baju.
Sindikat internasional
Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Barat, AKBP Erick Frendriz, menyebut bahwa dari hasil penyelidikan ditemukan fakta, Steve membeli narkotika jenis kokain dari salah satu sindikat jaringan internasional di Belanda.
"Kami sudah ada data, nama pemasok atau yang menjual di Belanda, nanti kami tunggu perintah dari pimpinan apakah akan kami perlu dalami atau tidak ke Belanda sana," ujar Erick dalam jumpa pers di Polres Metro Jakarta Barat, Kamis (27/12/2018).
Pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan pihak Bandara Soekarno-Hatta, Bea Cukai, Imigrasi, dan Kepolisian Belanda.
Didakwa pasal hukuman mati
Steve Emmanuel dijerat dengan Pasal 114 Ayat 2 Sub 112 Ayat 2 Undang Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Barat AKBP Erick Frendriz mengatakan bahwa ancaman hukuman yang menanti Steve adalah hukuman mati.
"Ancaman hukuman penjara minimal lima tahun dan maksimum seumur hidup atau hukuman mati," ujar Erick dalam jumpa pers di Polres Jakarta Barat, Kamis (27/12/2018).
Dalam persidangan kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Steve didakwa dengan pasal yang sama oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Diduga hilangkan barang bukti
Dalam persidangan kasus yang menjerat Steve ini, diperoleh keterangan yang mengatakan bahwa Steve diduga hendak menghilangkan barang bukti narkoba saat ditangkap pada 21 Desember 2018 lalu.
Berdasarkan pemaparan JPU Rinaldy, Steve sempat dibuntuti oleh saksi dari aparat kepolisian sebelum akhirnya tertangkap di kediamannya di Kondomunium Kintamani, Pela Mampang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
"Akhirnya, saksi mendapat alamat terdakwa, yang kemudian saksi menyusul ke terdakwa kediamannya. Saat saksi menghampiri terdakwa. Ternyata, ia ingin membuang barang bukti narkotika jenis kokain seberat netto 92,04 gram beserta alat hisapnya," kata Rinaldy.
Bantah dugaan pengedar
Kuasa hukum Steve, Jaswin Damanik, membantah dakwaan jaksa yang menyebut kliennya sebagai pengedar narkoba. Ia menilai dakwaan tersebut tak sesuai dengan fakta-fakta yang ada. Salah satunya, kata Jaswin, bisa dilihat dari hasil tes urin Steve Emmanuel.
Karean itu, Jaswin beranggapan bahwa Steve, seharusnya dikenai pasal 127 tentang penggunaan narkotika.
"Kita lihat di persidangan itu bukan barang (bukti) punya Steve. Itu yang perlu kita luruskan, JPU salah menerapkan pasal itu. Harusnya pasal 127, dia pemakai yang harus jalani rehabilitasi. Pemakai harus direhab," ujar Jaswin di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Slipi, Kamis (21/3/2019).
"Itu bukan punya dia. Dia hanya (menggunakan) sedikit 0.1 gram. Cuma itu ga diinikan (tak dijadikan fakta persidangan). Ya itu (kokain beli) dari Belanda enggak ada. Bukan dia punya. Banyak yang enggak suka sama dia, mungkin dijebak," sambungnya.
Ada kejanggalan
Dalam sidang beragenda penyampaian eksepsi belum lama ini, tim kuasa hukum Steve mengaku menemukan kejanggalan-kejanggalan dalam dakwaan yang telah dibacakan oleh JPU.
"Dakwaan jaksa disusun berdasarkan berita acara pemeriksaan saksi-saksi, namun tidak jelas tolok ukur alamat para saksi dalam perkara," ucap Agung Sihombing dari tim kuasa hukum Steve dalam sidang itu.
Dalam kesimpulan eksepsi tersebut, yang berisi sembilan poin, Agung mengatakan bahwa pihaknya merasa jaksa tidak lengkap dan tidak cermat dalam mendakwa Steve.
"Oleh karena pelaksanaan pemusnahan barang bukti dalam perkara a quo (tersebut), yaitu satu klip besar yang berisi narkotika jenis kokain dengan berat brutto 92,04 gram, dimusnahkan sebanyak 91,00 gram, tidak berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku, karena tidak sesuai dengan berita acara sebagaimana undang undang," ujarnya.
Ditodong pistol
Agung juga menyatakan bahwa kliennya diperlakukan tak pantas saat ditangkap. Menurut Agung, perlakuan tak pantas itu adalah dengan menodongkan pistol ke kepala Steve.
"Salah satu polisi penangkap mengeluarkan pistol kecil berwarna silver semacam kong (Kongsberg Colt/ Colt M1911) menodongkan ke arah kepala, sehingga membuat terdakwa gemetar, shock dan lemas," ucap Agung.
Agung mengatakan bahwa berdasarkan pengakuan Steve, pistol tersebut ditodongkan oleh polisi lantaran Steve dianggap tak kooperatif saat penangkapan berlangsung. Akan tetapi, kata Agung, Steve melakukan itu karena ada kejanggalan berkait surat penangkapan yang tak sama persis dengan data dirinya.
"Tiba-tiba para saksi datang dan mempunyai izin geledah, namun dalam surat yang diperlihatkan oleh saksi, nama terdakwa (Steve) dan tanggal lahir salah dan tidak ada izin dari pengadilan untuk menggeledah," ucap Agung.
Pertanyakan hasil tes urine
Pada materi nota keberatan di sidang lanjutan kasus Steve, Kamis (28/3/2019), kuasa hukumnya, Jaswin Damanik, mempertanyakan pula hasil tes urine kliennya yang dijadikan salah satu bukti.
"Apalagi dengan masalah barang bukti, tentang hasil lab (tes urine) atas penggunaan narkoba juga jauh sekali jaraknya, hingga tiga bulan (baru keluar)," ucap Jaswin.
Jaswin berargumen, hasil tes urine yang terlalu lama itu telah berbenturan dengan aturan yang ada dari lembaga berkait, yakni peraturan Kementerian Kesehatan.
"Ada program Kementerian Kesehatan itu (tes urine) harus dalam waktu 3x24 jam harus sudah dimasukkan ke dalam lab. Nah itu (saat tes lab) sudah lewat 13 hari. Udah melewati waktu yang ditentukan oleh peraturan Menteri Kesehatan," tuturnya.
Eksepsi ditolak
Pada Kamis (4/4/2019), paksa penuntut umum PN Jakarta Barat menolak eksepsi atau nita keberatan dari Steve Emmanuel dan kuasa hukumnya. Jaksa Rinaldy mengatakan, semua eksepsi yang diungkap dalam persidangan hanyalah pendapat dari kuasa hukum.
Rinaldy juga berpendapat, bahwa eksepsi dari pihak Steve justru sudah memasuki pokok perkara yang bahkan belum dipaparkan dalam sidang. Sehingga menilai itu tidak sesuai dengan pengaturan pengajuan eksepsi seperti diatur dalam pasal 156 KUHP.
"Materi eksepsi tersebut seharusnya diajukan oleh kuasa hukum terdakwa saat mengajukan pembelaan pledoinya, saat majelis hakim memeriksa seluruh alat bukti yang ada di persidangan dan jaksa penuntut umum mengajukan tuntutan atas diri terdakwa," ungkap Rinaldy.
"Meminta untuk melanjutkan acara persidangan ini dengan pemeriksaan saksi-saksi dan selanjutnya," kata Rinaldy.
https://entertainment.kompas.com/read/2019/04/05/132921710/perjalanan-kasus-narkoba-steve-emmanuel-hingga-eksepsi-ditolak