Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menghormati Seniman Gamelan Wayan Beratha di Bentara Budaya Bali

A Tribute to Wayan Beratha merupakan penghargaan dan penghormatan mendalam bagi maestro gamelan I Wayan Beratha, yang karya-karyanya terbilang berumur panjang.

Pertunjukan pertama A Tribute to Wayan Beratha, pada Sabtu (22/6/2019) mulai pukul 19.00 WITA, akan menampilkan dua komposer muda, I Putu Adi Septa Suweca Putra dan Priya Kumara Janardhana.

Mereka akan menyajikan komposisi-komposisi terkini mereka dan karya-karya klasik dari para pendahulu mereka. Mereka akan tampil bersama sekaa gamelan masing-masing.

Itu akan menunjukkan bahwa Komposisi Kini bertujuan eksplorasi di samping konservasi.

Itu akan pula memperlihatkan kreativitas lintas batas mereka sekaligus pergaulan masing-masing dalam masyarakat pendukung kesenian gamelan yang boleh dikata memiliki langgam dan kecenderungan yang berbeda. 

Itu berkait dengan pengalaman I Putu Adi Septa Suweca Putra pernah tinggal di Solo dan Priya Kumara Janardhana di Yogyakarta.

I Wayan Beratha
I Wayan Beratha, yang lahir pada 14 Februari 1926 di Banjar Belaluan, Kota Denpasar, meninggal dunia pada 10 Mei 2014 di Kota Denpasar.

Beratha tumbuh di tengah keluarga seni musik Bali.

Kakeknya, I Ketut Keneng (1841-1926), merupakan seniman karawitan dan pagambuhan yang ternama pada zamannya.

Ayahnya, I Made Regong, membinanya sejak kecil dalam memainkan gamelan Bali.

Di luar keluarganya, Beratha juga menimba ilmu dari sejumlah tokoh seni Bali. Dari Ida Bagus Boda dari Kaliungu, ia belajar karawitan dan tari palegongan. Dari I Nyoman Kaler, ia mendalami tari klasik dan gong kebyar. Dari I Made Grebeg, ia belajar tari jauk.

Pada 1957 di Banjar Belaluan, Wayan Beratha mendirikan Sekaa Gong Sad Merta.

Ia juga mengajar tari dan tabuh di sejumlah sekaa gong di Bali.

Ia melahirkan sejumlah karya monumental, antara lain koreografi-koreografi Tari Yudha Pati, Tari Kupu-Kupu, dan Tari Tani.

Beratha juga dikenal sebagai kreator Gending Semar Pegulingan di Abiankapas Kaja Denpasar dan pencipta Gamelan Semara Dana, yang menggabungkan Gamelan Semarpegulingan dengan Gamelan Gong Kebyar.

Ia mencipta kira-kira 20 karya tari, gending, dan sendratari, antara lain Sendratari Jayaprana, Tabuh Gesuri, Sendratari Ramayana, Sendratari Maya Denawa, Instrumentalia Palgunawarsa yang mendapat penghargaan tertinggi dalam festival gong kebyar seluruh Bali, dan Tari Panyembrana.

Beratha juga berperan menelurkan sekolah seni tradisi modern, antara lain Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI), yang dulunya disebut Kokar (Konservatori Karawitan), Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI), dan Institut Seni Indonesia (ISI).

Atas pengabdian seninya, khususnya gamelan Bali, Beratha telah dianugerahi gelar kehormatan Empu Seni Karawitan pertama dari ISI Denpasar pada 2012.

Selain itu, ia juga menerima penghargaan-penghargaan lain, yaitu Anugerah Seni Nasional dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (1972), Piagam Kerti Budaya (1979), Dharma Kusuma dari Gubernur Bali (1981), dan Penghargaan Ciwa Nataraja dari ISI Denpasar (1992).

I Putu Adi Septa Suweca Putra
I Putu Adi Septa Suweca Putra lahir pada 29 September 1992 di Padang Tegal, Ubud, Bali.

Sedari remaja ia telah berpentas gamelan ke luar negeri, antara lain Malaysia, AS, Korea Selatan, dan Denmark.

Komposisi yang diciptanya, antara lain, "Star Cluster", "Lali"," Space", "Prastuti", "Centhana Acenthana", "Circle", "Sekat", "Uger-uger", "Mebat", "Janari", "Float", dan "Tapak Dara".

I Putu Adi Septa Suweca Putra juga merupakan pendiri Gamelan Natha Svara sekaligus komposer, pemusik gamelan, dan Direktur Gamelan Natha Svara.

Yan Priya Kumara Janardhana
Yan Priya Kumara Janardhana lahir di Tabanan, Bali, pada 28 September 1992. Ia lulusan ISI Denpasar.

Sedari 2007 ia aktif tampil dalam pertunjukan gamelan, antara lain dalam Pesta Kesenian Bali dan Jazz Goes to Campus di Universitas Indonesia.

Ia juga mencipta sejumlah komposisi, antara lain "Simpang Siur" dan "Kembung", yang dipentaskan dalam Pekan Komponis Indonesia (2013) di Taman Ismail Marzuki, "Disfonia" (2013), dan "Not as Short as You Think".

Ia sering bekerja sama dengan sejumlah kelompok dan seniman dalam menggarap musik untuk pertunjukan atau teater.

Komponis Kini
Komponis Kini digagas oleh Bentara Budaya Bali bersama tiga komposer yang konsisten memperjuangkan New Music for Gamelan, yaitu Wayan Gde Yudane, Wayan Sudirana dan Dewa Alit.

Komponis Kini bertujuan mencipta atmosfer berkesenian bagi seniman-seniman gamelan di Bali dan Tanah Air secara keseluruhan, dengan mengedepankan upaya-upaya penciptaan baru (new gamelan) yang berangkat dari seni gamelan tradisional.

Dalam Komponis Kini, para komponis New Music for Gamelan diharapkan bisa mengekspresikan capaian-capaian terkini mereka yang mencerminkan kesungguhan pencarian kreatif.

Selain menyajikan pertunjukan musik, Komposisi Kini juga diperkaya dengan bincang-bincang bersama para komposer bersangkutan sebagai pertanggungjawaban penciptaan.

https://entertainment.kompas.com/read/2019/06/21/171739310/menghormati-seniman-gamelan-wayan-beratha-di-bentara-budaya-bali

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke