Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Layakkah Kominfo "Suspend" Video Kimi Hime yang Dianggap Vulgar?

Hingga akhirnya, Kominfo men-suspend tiga konten dan membatasi penayangan video-video di akun YouTube Kimi.

Hanya pengguna YouTube yang berusia di atas 18 tahun yang diperbolehkan mengakses video-video bertema game online Kimi Hime.

"Berdasarkan profiling kami (konten tersebut) sudah melanggar kesusilaan. Di mana beberapa konten dia melakukan misleading thumbnail. Thumbnail-nya dibikin unik bahasa-bahasanya, sehingga membuat orang dapat berfantasi," ujar Plt Kepala Biro Humas Kominfo Ferdinandus Setu dalam jumpa pers di Gedung Kominfo, Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2019).

Ferdinand mengatakan, konten-konten yang dimaksud banyak dikomentari anak-anak.

Lalu layakkah video Kimi Hime di-suspend?

Pengamat sosial media, Enda Nasution mengatakan, sebelum menindak, seharusnya Kominfo lebih dulu melakukan kajian mendalam dan membuat batasan yang jelas.

"Kalau menurut saya sih perlu aturan dan batasan yang lebih jelas. Kayak konten Pablo Benua itu juga di channel-nya banyak yang nyerempet-nyerempet seksisme juga kan," ujar Enda saat dihubungi Kompas.com, Jumat (26/7/2019).

"Jadi kalau batasannya adalah hasrat (fantasi) seksual, pertama kita enggak bisa kontrol hasrat seksual orang. Di sisi lain kalau emang itu batasannya maka harus konsisten yang dikenakan ke semua orang," lanjutnya.

Pria yang kerap disapa "Bapak Blogger Indonesia" tersebut berpendapat, jika video-video Kimi Hime memang melanggar ketentuan penggunaan aplikasi, seharusnya YouTube telah melakukan take down secara otomatis.

"Karena begini, Kominfo itu juga punya tim yang bekerja sama dengan YouTube untuk melakukan flagging istilanya, menandai konten-konten yang sifatnya berbahaya. Itu ada report-nya tuh tiap bulan. Termasuk yang banyak itu soal hate speech, yang profokatif dan sebagainya," tambahnya.

Ia mengatakan, tanpa batasan yang jelas, maka aturan penggunaan YouTube tak dapat dibandingkan dengan penggunaan media yang bersifat broadcast atau free to air layaknya televisi.

Ia menyebut, televisi dan youtube memiliki bentuk yang sangat berbeda. Ia menyebut pengguna youtube memiliki kesempatan lebih besar untuk memilih dan berpengaruh langsung pada penilaian terhadap video tertentu.

"Nah dari sisi karakter pengguna, untuk yang disiarkan (televisi), di kita ini lebih pasif. Jadi penonton ini sifatnya lebih pasif. Kita enggak bisa menolak apa yang disiarkan. Kita hanya bisa berpindah channel aja. Tapi kalau saya melihat sebuah channel saya enggak bisa nolak, enggak bisa komen apa-apa. Jadi sifatnya pasif. Inilah bedanya media lama dan media baru," paparnya.

Karena karakter penggunanya yang pasif, televisi memiliki Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang bertindak untuk mengontrol semua detail tayangannya.

Tanpa aturan yang jelas untuk YouTube, maka Enda menilai langkah yang dilakukan Kominfo terhadap video Kimi Hime masih terlalu dini.

"Nah jadi dengan dasar pemikiran itu menurut saya yang namanya YouTube ini khususnya yang disampaikan si Kimi Hime ini memang tidak ada pelanggaran hukum," tandasnya.

https://entertainment.kompas.com/read/2019/07/26/123811610/layakkah-kominfo-suspend-video-kimi-hime-yang-dianggap-vulgar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke