Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Museum Bumi Manusia, Buah Kegelisahan Hanung Bramantyo

Lokasi yang dijadikan museum tersebut merupakan setting rumah Nyai Ontosoroh, ibunda Annelies, dalam film Bumi Manusia.

Ada aturan bagi warga yang ingin mengunjungi Museum Bumi Manusia.

Pengunjung dibatasi 10 orang tiap 30 menit untuk masuk ke dalam rumah dua lantai tersebut.

Pihak pengelola mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan ke depannya.

Rumah dua lantai tempat Minke dan Annelies pertama kali bertemu itu memang terlihat tidak kuat menahan orang banyak yang masuk bersamaan.

Di dalamnya terdapat ruang makan tempat jamuan Nyai Ontosoroh dan keluarga, kamar Annelies, lengkap dengan barang antiknya. 

Kemudian di bagian luar juga ada pendopo serta kereta kuda yang biasa mengantarkan Nyai Ontosoroh, Minke, dan Annelies. 

"Tidak ada komersialisasi di sini. Masuknya sebagaimana museum akan membayar, semata-mata untuk perawatan," kata Hanung saat peresmian Museum Bumi Manusia di Yogyakarta, Selasa (13/8/2019). 

Hanung mengatakan, pihaknya sudah meminta izin keluarga Pramoedya Ananta Toer untuk membangun Museum Bumi Manusia.

Ia berahrap, lokasi tersebut dijadikan sebagai monumen atau tonggak pengingat bagi para penggemar karya Pramoedya Ananta Toer. 

Buah kegelisahan Hanung Bramantyo

Museum Bumi Manusia didirikan untuk mengenang adanya karya sastra klasik yang dibuat berdarah-darah dan penuh perjuangan.

Hanung mengatakan, karya Pramoedya dibuat untuk menyelamatkan para tahanan yang ditahan tanpa proses peradilan, tidak sekadar imajinasi, tetapi juga membangun mental yang kuat berjuang melawan ketidakadilan.

"Buat saya hal ini harus dirayakan, dirasakan bareng-bareng oleh anak-anak muda kita, oleh generasi anak-anak saya yang terputus, bahkan generasi saya pun bertemu dengan Pak Pram sudah di atas usia 50 tahun," ujar Hanung Bramantyo. 

"Akhirnya membuat saya gelisah, terutama saya pengin ajarin anak saya bahwa ada sebuah karya sastra yang berbicara tidak hanya soal cinta, tetapi berbicara tentang Indonesia," kata Hanung.

Lebih jauh dari itu, Hanung mengatakan, Indonesia terbentuk atas dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45.

Ketika bangsanya tidak mempercayai dua hal tersebut, maka Indonesia akan kembali ke era kolonialisme atau seperti gambaran dalam novel Bumi Manusia.

Saat itu, hanya ada perbedaan ras, pergulatan relasi antarkelompok, perbedaan pribumi dengan indo.

"Semua punya aturan dan spesifikasi sendiri dan semua demi kepentingan kelompoknya. Ketika kita kembali kepada kelompok masing-masing, kita sudah melupakan Indonesia dan itu yang harus kita lawan, kembali pada Indonesia dan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan," tuturnya.

"Kami sekeluarga saat itu untuk memperkenalkan Pram kembali, kami pergi ke sekolah-sekolah, universitas-universitas di daerah, ternyata kurang efektif," ujar Astuti.

Saat itu, lanjutnya, hanya beberapa orang yang akhirnya mengenal Pramoedya usai pengenalan di sekolah-sekolah.

Ia berharap, jutaan orang dapat mengenal Pramoedya Ananta Toer dan karyanya setelah menonton film Bumi Manusia.

"Kalau ada orang yang bisa mengenalkan Pram saja, saya sudah terima kasih, apalagi dibuatkan tempat ini (museum), saya terima kasih sekali," kata Astuti. 

https://entertainment.kompas.com/read/2019/08/19/100000910/museum-bumi-manusia-buah-kegelisahan-hanung-bramantyo

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke